Dalang Pembobolan Rekening Taspen Diduga Bersembunyi di Kamboja, Polda Metro Jaya Terus Memburu

Jakarta - Polda Metro Jaya terus melakukan pengejaran terhadap AM (29), seorang buronan yang diduga menjadi otak dari sindikat pembobolan rekening nasabah PT Taspen (Persero). AM, yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), diyakini berada di Kamboja.

Menurut keterangan AKBP Herman Eco Tampubolon, Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AM berperan sebagai mastermind dalam aksi kejahatan siber ini. "Berdasarkan informasi yang kami peroleh, pelaku beroperasi dari luar negeri," ujarnya. Pihak kepolisian menduga AM merekrut warga negara Indonesia untuk bekerja sebagai bagian dari jaringan kejahatannya. Modus operandi yang digunakan adalah dengan mengatasnamakan PT Taspen dan menargetkan pensiunan sebagai korban.

Dalam menjalankan aksinya, AM dibantu oleh dua tersangka yang telah berhasil diamankan, yakni EC (28) dan IP (35). Masing-masing memiliki peran krusial dalam melancarkan aksi penipuan ini. EC berperan sebagai admin yang bertugas melakukan registrasi akun WhatsApp palsu, menerima kode OTP melalui SMS, dan mengirimkan kode tersebut kepada AM di Kamboja.

Sementara itu, IP bertindak sebagai bendahara yang mengelola keuangan, termasuk pengajuan dan pembayaran fee kepada para pekerja yang terlibat dalam jaringan penipuan ini. Sebelumnya, IP berprofesi sebagai penerjemah. Ia juga merangkap sebagai admin dan penerjemah untuk AM, berkoordinasi dengan para pekerja scam yang berasal dari Indonesia dan berbasis di Kamboja.

Sindikat ini menargetkan para pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang berusia di atas 60 tahun. Para korban diiming-imingi pembaruan data agar dana pensiun mereka dapat segera dicairkan. Mereka kemudian diminta untuk mengisi data perbankan pada formulir daring yang dikirimkan melalui tautan APK. Data pribadi yang diperoleh dari para korban ini kemudian digunakan untuk membobol rekening mereka.

Saat ini, AM dijerat dengan Pasal 45A ayat 1 Jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara. Selain itu, AM juga terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang menjeratnya dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Berikut rincian peran masing-masing tersangka:

  • AM (DPO): Otak pelaku, merekrut WNI, beroperasi dari Kamboja.
  • EC: Admin WhatsApp, menerima OTP.
  • IP: Bendahara, pengelola keuangan, penerjemah.

Penyidikan terhadap kasus ini masih terus berlangsung, dan Polda Metro Jaya berupaya untuk segera menangkap AM dan mengungkap seluruh jaringan kejahatan siber ini.