Antisipasi Dampak Lingkungan dari Hewan Kurban: Panduan dari Ahli Kesehatan Masyarakat

Perayaan Idul Adha yang identik dengan konsumsi daging kurban dalam jumlah besar, membuka potensi risiko pencemaran lingkungan yang perlu diwaspadai. Seorang pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, memberikan sejumlah panduan praktis untuk meminimalkan dampak negatif tersebut.

Menurut Prof. Ririh, potensi pencemaran dapat dimulai sejak hewan kurban masih dalam proses pemeliharaan. Penampungan hewan di pasar atau lapangan terbuka seringkali menghasilkan kotoran dan sisa pakan yang menumpuk. Kondisi ini bukan hanya menimbulkan bau tidak sedap, tetapi juga menjadi sarang penyakit seperti cacingan dan infeksi parasit lainnya. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga kebersihan kandang dan pakan hewan secara rutin. Lokasi penampungan sebaiknya dibersihkan secara berkala, dan sisa pakan serta kotoran harus segera dibuang agar tidak menjadi sumber penyakit atau gangguan pernapasan.

Selain itu, Prof. Ririh juga menyarankan agar hewan kurban diberikan waktu istirahat yang cukup, minimal dua hari sebelum penyembelihan. Tujuannya adalah untuk mengurangi stres pada hewan, sehingga kualitas daging yang dihasilkan menjadi lebih baik. Proses penyembelihan juga menjadi titik krusial dalam pengelolaan limbah kurban. Limbah organik seperti darah, usus, dan bagian tubuh yang tidak dikonsumsi harus ditangani dengan benar. Salah satu caranya adalah dengan menimbun limbah tersebut di lubang tanah khusus yang telah ditaburi kapur. Penaburan kapur bertujuan untuk mengurangi bau dan mencegah penyebaran penyakit oleh lalat.

Apabila limbah kurban tidak dikelola dengan baik, konsekuensinya bisa sangat merugikan. Bau busuk dapat mengganggu lingkungan sekitar, air tanah dapat tercemar, dan hama seperti lalat dan tikus akan tertarik untuk berkembang biak. Setelah penyembelihan selesai, area pemotongan juga perlu disemprot dengan antiseptik untuk mencegah penyebaran penyakit saluran cerna seperti diare atau tifus. Kebersihan diri para panitia kurban dan jagal juga tidak boleh diabaikan. Mereka dianjurkan untuk segera mandi dan mencuci tangan dengan sabun setelah proses pemotongan selesai guna mencegah penularan penyakit.

Kulit hewan yang tidak segera diolah juga berpotensi menjadi sumber pencemaran. Sebaiknya, kulit hewan disemprot dengan antiseptik sebelum dijemur untuk mencegah lalat mengerumuni. Bagian tubuh hewan yang tidak dikonsumsi, seperti buntut dan tulang, sebaiknya dikubur atau dikumpulkan ke tempat pembuangan sampah (TPS) agar dikelola dengan baik. Pembakaran limbah tidak disarankan karena dapat mencemari udara.

Prof. Ririh berharap agar perayaan Idul Adha tahun ini tidak hanya menjadi momen untuk menikmati hidangan daging yang lezat, tetapi juga menjadi kesempatan untuk meningkatkan kepedulian sosial dan menjaga lingkungan. Ia mengingatkan bahwa kurban bukan hanya tentang daging, tetapi juga tentang tanggung jawab menjaga kebersihan dan kesehatan bersama.

Berikut adalah beberapa tips praktis untuk pengelolaan limbah kurban yang ramah lingkungan:

  • Pengelolaan Kotoran Hewan:
    • Bersihkan kandang secara rutin.
    • Buat kompos dari kotoran hewan.
  • Pengelolaan Limbah Penyembelihan:
    • Kubur limbah organik di lubang yang ditaburi kapur.
    • Semprot area pemotongan dengan antiseptik.
    • Cuci tangan dan mandi setelah proses pemotongan.
  • Pengelolaan Kulit Hewan:
    • Semprot kulit hewan dengan antiseptik sebelum dijemur.
  • Pengelolaan Bagian Tubuh Hewan yang Tidak Dikonsumsi:
    • Kubur atau buang ke TPS.
  • Hindari Pembakaran Limbah:
    • Pembakaran dapat mencemari udara.

Dengan menerapkan tips-tips ini, diharapkan masyarakat dapat merayakan Idul Adha dengan lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.