KPK Ungkap Dugaan Pemerasan Izin TKA di Kemenaker, Staf Ahli Diduga Terima Suap Miliaran Rupiah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah gencar menelisik dugaan praktik pemerasan terkait pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Terbaru, seorang Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Bidang Hubungan Internasional, Haryanto (HYT), diduga kuat menerima aliran dana haram sebesar Rp 18 miliar. Penetapan Haryanto sebagai tersangka merupakan bagian dari pengembangan kasus yang menjerat total delapan orang tersangka dalam kasus ini.

Menurut Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo Wibowo, Haryanto diduga menerima suap dengan nominal fantastis tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikantongi penyidik. Selain Haryanto, tujuh tersangka lainnya juga diduga kuat menerima setoran dana hasil pemerasan dengan nominal yang bervariasi selama kurun waktu 2019 hingga 2024. Budi memaparkan beberapa nama beserta nominal yang diterima, diantaranya:

  • Suhartono, Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemenaker periode 2020–2023, diduga menerima sekitar Rp 460 juta.
  • Wisnu Pramono, Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemenaker periode 2017–2019, menerima sekitar Rp 580 juta.
  • Devi Anggraeni, Direktur PPTKA Kemenaker tahun 2024–2025, memperoleh sekitar Rp 2,3 miliar.
  • Gatot Widiartono, Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker tahun 2021–2025, mendapatkan sekitar Rp 6,3 miliar.
  • Putri Citra Wahyoe, petugas Saluran Siaga RPTKA tahun 2019–2024 dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemenaker periode 2024–2025, disebut mendapatkan sekitar Rp 13,9 miliar.
  • Jamal Shodiqin, analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024, dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker tahun 2024–2025, mendapatkan Rp 1,8 miliar.
  • Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker tahun 2018–2025, memperoleh Rp 1,1 miliar.

Total dana yang diduga diterima oleh para tersangka dari hasil pemerasan mencapai angka yang cukup signifikan, yakni Rp 53,7 miliar. Dana tersebut berasal dari para pemohon izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) selama periode 2019 hingga 2024.

Budi menambahkan, sebagian dari dana haram tersebut bahkan digunakan untuk keperluan yang tidak semestinya, termasuk uang makan bagi 85 orang staf di Dirjen Binapenta Kemenaker dengan total mencapai Rp 8,94 miliar. Praktik ini jelas mencoreng citra Kemenaker dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas para pejabat yang terlibat.

Menanggapi kasus ini, Menaker Yassierli mengklaim telah mengambil tindakan tegas dengan mencopot sejumlah pejabat di Kemenaker yang terindikasi terlibat. Menurutnya, pencopotan tersebut telah dilakukan sejak Februari dan Maret 2025. Yassierli juga memastikan bahwa layanan perizinan TKA tetap berjalan normal dan tidak terganggu dengan adanya kasus korupsi ini. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada KPK untuk mengungkap tuntas kasus dugaan pemerasan izin TKA ini.