Kasus Pencabulan Anak oleh Kapolres Ngada: Tuntutan Hukuman Mati dan Desakan Penguatan Perlindungan Anak

Kasus Pencabulan Anak oleh Kapolres Ngada: Tuntutan Hukuman Mati dan Desakan Penguatan Perlindungan Anak

Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mendesak hukuman mati bagi AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, Kapolres Ngada, yang diduga terlibat kasus pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur. Perbuatan bejat tersebut, yang bahkan direkam dan disebarluaskan secara online, memicu kecaman luas dan tuntutan agar penegak hukum menjatuhkan sanksi maksimal. Selly, yang juga Ketua Kelompok Fraksi PDI-P Komisi VIII, menyatakan bahwa tindakan Fajar, yang juga diduga menyalahgunakan narkoba, merupakan pelanggaran serius yang melampaui batas kemanusiaan.

"Meskipun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menetapkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, mengingat kebiadaban tindakan dan statusnya sebagai pejabat negara yang seharusnya menjadi teladan, hukuman mati atau seumur hidup lebih tepat," tegas Selly dalam keterangan resminya. Ia menambahkan bahwa hubungan keluarga antara pelaku dan korban dapat memperberat hukuman hingga sepertiga atau tambahan lima tahun penjara. Lebih lanjut, Selly menekankan bahwa kasus ini bukan hanya pelanggaran hukum biasa, melainkan kejahatan yang merenggut masa depan anak-anak dan mencoreng citra institusi kepolisian.

Kasus ini juga menjadi sorotan karena Fajar diduga melakukan pencabulan terhadap tiga anak perempuan dengan usia yang sangat rentan, yakni 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun. Fakta ini diperkuat oleh keterangan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe. Penangkapan Fajar oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri pada 20 Februari 2025 atas dugaan pencabulan dan penyalahgunaan narkotika semakin memperkuat keparahan kasus ini.

Selly mendesak agar proses hukum berlangsung transparan dan akuntabel demi mewujudkan keadilan bagi para korban. Ia menekankan perlunya komitmen bersama untuk memberantas kekerasan seksual, khususnya terhadap anak. "Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual, baik di institusi negara maupun masyarakat," tandasnya. Lebih jauh, ia mendorong agar kasus ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia, guna memastikan setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terbebas dari ancaman kekerasan seksual.

Kejahatan seksual terhadap anak merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan penanganan serius dari seluruh pihak. Kasus Kapolres Ngada ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum dan upaya pencegahan kekerasan seksual secara menyeluruh. Tuntutan hukuman mati merupakan refleksi dari keprihatinan mendalam atas kejahatan yang dilakukan dan harapan akan tegasnya penegakan hukum dalam melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan dan eksploitasi seksual.

Kronologi Singkat: * 20 Februari 2025: AKBP Fajar Widyadharma ditangkap Propam Mabes Polri atas dugaan pencabulan anak dan penyalahgunaan narkoba. * Kasus melibatkan tiga korban anak perempuan dengan usia 14, 12, dan 3 tahun. * Selly Andriany Gantina, anggota Komisi VIII DPR RI, mendesak hukuman mati bagi pelaku. * Kasus ini menjadi sorotan dan mendorong desakan penguatan sistem perlindungan anak di Indonesia.