OJK Tetapkan Pembagian Risiko dalam Asuransi Kesehatan: Nasabah Tanggung 10% Biaya Klaim Mulai 2026

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan ketentuan baru terkait produk asuransi kesehatan. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 7/SEOJK.05/2025, OJK mewajibkan adanya pembagian risiko atau co-payment antara perusahaan asuransi dan nasabah. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.

Inti dari ketentuan ini adalah, nasabah atau pemegang polis asuransi kesehatan akan menanggung minimal 10% dari total biaya klaim yang diajukan. Hal ini berlaku untuk klaim rawat jalan maupun rawat inap. Namun, OJK menetapkan batasan maksimal co-payment yang harus dibayar nasabah. Untuk rawat jalan, batas maksimalnya adalah Rp 300.000 per pengajuan klaim. Sementara untuk rawat inap, batas maksimalnya mencapai Rp 3.000.000 per pengajuan klaim.

Meski demikian, perusahaan asuransi diberikan fleksibilitas untuk menetapkan nilai co-payment yang lebih tinggi. Syaratnya, nilai tersebut harus disepakati bersama antara perusahaan asuransi dan pemegang polis, serta tercantum secara jelas dalam polis asuransi yang bersangkutan.

Kebijakan pembagian risiko ini berlaku untuk dua jenis produk asuransi kesehatan:

  • Produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity)
  • Produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan terkelola (managed care)

Namun, ketentuan ini dikecualikan untuk produk asuransi mikro, yang umumnya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk skema pelayanan kesehatan terkelola (managed care), pembagian risiko ini akan diberlakukan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

Dalam dokumen Frequently Asked Questions (FAQ) yang diterbitkan sebagai penjelasan resmi, OJK mengungkapkan alasan di balik penerapan co-payment ini. Tujuannya adalah untuk mencegah moral hazard dan mengurangi penggunaan layanan kesehatan secara berlebihan (over-utilization) oleh peserta asuransi. Dengan adanya co-payment, diharapkan pemegang polis akan lebih bijaksana dan berhati-hati dalam memanfaatkan fasilitas asuransi kesehatan.

Selain itu, OJK juga berharap kebijakan ini dapat membantu menjaga stabilitas premi asuransi kesehatan di masa mendatang. Dengan pengendalian penggunaan layanan, perusahaan asuransi diharapkan dapat mengelola biaya secara lebih efektif dan mencegah lonjakan premi yang dapat membebani konsumen.

OJK juga menekankan pentingnya transparansi dalam pemasaran produk asuransi kesehatan. Perusahaan asuransi wajib memastikan bahwa calon pemegang polis memahami seluruh informasi yang tercantum dalam Surat Permintaan Asuransi Kesehatan (SPAK) dan mengisi formulir tersebut secara mandiri.