Menumbuhkan Kembali Kesadaran Spiritual: Urgensi Rasa Keagamaan dalam Kehidupan Modern
Dalam perjalanan hidup di dunia ini, manusia dianugerahi seperangkat indra oleh Sang Pencipta, termasuk yang sering disebut sebagai 'rasa keagamaan.' Sementara panca indra memiliki fungsi yang jelas dan terukur, seperti mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar, rasa keagamaan mendorong individu untuk mematuhi ajaran Tuhan. Esensinya, rasa keagamaan adalah dorongan internal yang menumbuhkan keyakinan akan keberadaan dan kekuasaan Sang Pencipta, menuntun manusia untuk berserah diri sebagai hamba-Nya, dan mendorong kepatuhan terhadap perintah-Nya.
Konsep agama, khususnya dalam perspektif Al-Qur'an, mencapai makna tertinggi sebagai agama Islam, yang berfungsi sebagai rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam semesta. Al-Qur'an menegaskan bahwa agama yang paling diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena ia memelihara kebaikan melalui tindakan orang-orang saleh yang bertakwa dan taat kepada Allah SWT.
Al-Qur'an, sebagai firman Allah, memberikan pedoman hidup, menjanjikan pahala bagi mereka yang mengikuti petunjuk-Nya. Sebagaimana tertulis dalam Surah Al-Isra' ayat 9, Al-Qur'an menunjukkan jalan yang paling lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang berbuat baik bahwa mereka akan menerima pahala yang besar.
Ayat ini menekankan keistimewaan Al-Qur'an sebagai kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menyoroti fungsi dan manfaatnya bagi umat manusia. Di antara manfaat Al-Qur'an adalah:
- Petunjuk Jalan Lurus: Al-Qur'an membimbing mereka yang menjadikannya sebagai pedoman menuju jalan yang lurus, yaitu agama Islam, yang berlandaskan pada tauhid, keyakinan akan keesaan Allah SWT sebagai pencipta dan penguasa alam semesta.
- Kabar Gembira: Al-Qur'an memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya, beramal saleh, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Kabar gembira ini berupa pahala yang berlimpah di akhirat sebagai balasan atas amal saleh mereka di dunia.
- Peringatan: Al-Qur'an menjadi peringatan bagi mereka yang tidak mempercayai hari pembalasan dan tidak mengakui adanya pahala dan siksa di hari kiamat. Ancaman bagi mereka adalah azab yang pedih sebagai balasan atas kemaksiatan yang menodai jiwa mereka, termasuk orang-orang ahli kitab yang tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Individu yang kehilangan rasa keagamaan, baik karena faktor eksternal maupun ketidaksempurnaan fitrah, mungkin kesulitan memahami atau merasakan kebenaran agama, bahkan mungkin tidak mempercayainya. Kondisi mereka dapat dianalogikan dengan seorang tunanetra yang menyangkal keberadaan warna dan benda-benda karena ketidakmampuannya untuk melihatnya.
Demikian pula, orang yang kehilangan rasa keagamaan mungkin menolak hal-hal yang gaib, menyangkal keberadaan kekuatan di balik alam semesta, dan mengingkari nilai-nilai agama. Mereka mungkin menolak segala sesuatu yang dapat menggetarkan jiwa, melembutkan hati, dan meneteskan air mata. Keadaan mereka digambarkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 7, "Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka. Pada penglihatan mereka ada penutup, dan bagi mereka azab yang sangat berat."
Karena penolakan mereka terhadap kebenaran, seolah-olah Allah SWT telah mengunci hati mereka dengan sekat yang rapat, menghalangi masuknya nasihat atau hidayah. Pendengaran mereka pun seolah terkunci, sehingga tidak mendengar kebenaran dari-Nya. Penglihatan mereka tertutup, sehingga tidak melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya yang dapat membimbing mereka menuju keimanan, yang mengakibatkan azab yang berat.
Di negara-negara Barat, fenomena hilangnya rasa keagamaan telah menyebabkan gaya hidup bebas yang didominasi oleh materialisme. Peristiwa-peristiwa yang melanggar nilai-nilai agama, seperti pernikahan sesama jenis, semakin sering terjadi. Namun, kehidupan mereka seringkali diliputi kegelisahan dan kurangnya ketenangan, meskipun tidak ada batasan yang jelas.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga dan memelihara rasa keagamaan di Indonesia. Rasa ini menjadi perekat persatuan, mendorong gotong royong, toleransi, dan menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ingatlah bahwa sila pertama Pancasila, ideologi negara, adalah "Ketuhanan Yang Maha Esa." Semoga Allah SWT senantiasa menumbuhkan rasa keagamaan di hati seluruh rakyat dan para pemimpin bangsa.