Ketegangan AS-China Hantui Pasar, Investor Kripto Pilih Wait and See

Kabar terbaru dari tensi hubungan Amerika Serikat dan Tiongkok, yang dipicu oleh pernyataan pedas mantan Presiden Donald Trump terhadap Presiden Xi Jinping, membuat investor mengambil sikap hati-hati, terutama di pasar kripto dan saham Amerika Serikat.

Trump, melalui unggahan di media sosial pada 4 Juni 2025, menyindir Xi Jinping sebagai figur yang disukainya, tetapi sulit untuk mencapai kesepakatan. Pernyataan ini muncul menjelang berakhirnya masa penundaan kenaikan tarif pada Agustus mendatang, memperkeruh suasana dan meningkatkan ketidakpastian di kalangan pelaku pasar.

Analis dari platform investasi Reku, Fahmi Almuttaqin, mengungkapkan bahwa ketegangan ini dipicu oleh tuduhan Tiongkok terhadap Amerika Serikat terkait pembatasan ekspor chip AI dan perangkat lunak desain chip, serta rencana pencabutan visa pelajar asal Tiongkok. Di sisi lain, pemerintah AS menuduh Tiongkok tidak memenuhi komitmennya dalam ekspor mineral penting.

Meski Trump meyakini bahwa komunikasi dengan Xi Jinping dapat meredakan konflik, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai rencana pertemuan tingkat tinggi antara kedua negara. Ketidakpastian ini tercermin dalam pergerakan pasar kripto dan saham AS yang cenderung stagnan. Indeks Nasdaq dan Dow Jones hanya mengalami fluktuasi tipis di bawah 0,35 persen, sementara indeks S&P 500 pada 4 Juni naik tipis sebesar 0,0074 persen.

"Volatilitas di pasar kripto pun relatif tidak tinggi. Investor lebih memilih menunggu data ekonomi, termasuk data tenaga kerja AS dan keputusan suku bunga dari bank sentral Eropa," jelas Fahmi.

Kekhawatiran pasar semakin bertambah dengan potensi inflasi akibat kebijakan tarif baru AS, meskipun data inflasi PCE April menunjukkan kenaikan yang lebih rendah dari perkiraan. Belum adanya sinyal penurunan suku bunga dari Federal Reserve, seperti yang ditegaskan oleh Ketua The Fed Jerome Powell dalam konferensi Divisi Keuangan Internasional awal Juni, turut menambah ketidakpastian.

Namun, di tengah situasi ini, minat terhadap Bitcoin tetap cukup kuat. Aliran dana masuk ke ETF Bitcoin spot pada 4 Juni tercatat positif, mencapai 87 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,44 triliun. "Meski tidak signifikan, angka ini menunjukkan tingkat kepercayaan investor AS terhadap proyeksi Bitcoin tetap cukup tinggi," imbuh Fahmi.

Mengacu pada data on-chain seperti MVRV Z-Score yang berada di angka 2,6, peluang kenaikan harga Bitcoin masih terbuka. Fahmi menjelaskan bahwa jika reli tidak terjadi dalam waktu dekat, pasar bisa saja mengalami fase mirip tahun 2019, di mana kenaikan signifikan baru terjadi satu tahun setelah fase konsolidasi. Ia menilai kecil kemungkinan ini merupakan awal dari tren bearish.

Fahmi menyarankan investor untuk tetap menggunakan strategi dollar cost averaging (DCA) dalam kondisi pasar saat ini. Dengan pendekatan ini, investor dapat mengakumulasi aset secara berkala, terlepas dari kondisi jangka pendek pasar. "Strategi ini bisa membantu investor memanfaatkan potensi pasar bullish yang lebih panjang," pungkas Fahmi.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan investor:

  • Ketegangan AS-China: Perhatikan perkembangan hubungan dagang antara AS dan China, karena hal ini dapat memengaruhi sentimen pasar.
  • Data Ekonomi: Pantau data ekonomi AS, seperti data tenaga kerja dan inflasi, serta keputusan suku bunga dari bank sentral Eropa.
  • Bitcoin ETF: Amati aliran dana masuk ke ETF Bitcoin spot sebagai indikator kepercayaan investor terhadap Bitcoin.
  • Strategi DCA: Pertimbangkan strategi dollar cost averaging untuk mengurangi risiko investasi dalam kondisi pasar yang tidak pasti.