Kasasi MA Perberat Hukuman Mantan Direktur di Kementan, Muhammad Hatta, Jadi 6 Tahun Penjara
Kasasi MA Perberat Hukuman Mantan Direktur di Kementan Menjadi Enam Tahun Penjara
Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan untuk memperberat hukuman Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian di Kementerian Pertanian. Dalam putusan kasasi yang dibacakan pada 7 Maret 2025, Majelis Kasasi yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya menjatuhkan hukuman enam tahun penjara kepada Hatta, meningkatkan hukuman sebelumnya yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yaitu empat tahun penjara. Putusan kasasi ini terdaftar dengan nomor 1219 K/PID.SUS/2025 dan turut melibatkan Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Sutarjo sebagai anggota majelis.
Selain pidana penjara, Hatta juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan. Pertimbangan hukum yang mendasari putusan ini adalah bukti keterlibatan Hatta dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2024 diterima oleh MA. Putusan ini menguatkan tuduhan bahwa Hatta terbukti melanggar Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya telah menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, namun MA akhirnya memutuskan untuk meningkatkan hukuman tersebut.
Kronologi Putusan dan Peran Hatta:
- Tingkat Pertama: Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair dua bulan kurungan kepada Hatta.
- Tingkat Banding: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan tingkat pertama.
- Tingkat Kasasi: MA memperberat hukuman menjadi enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Berdasarkan fakta persidangan, Hatta terbukti terlibat dalam skema pengumpulan uang dari pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian atas perintah SYL. Uang yang terkumpul tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya. Hatta bukanlah satu-satunya terdakwa dalam kasus ini, ia berkolaborasi dengan sejumlah pihak lainnya termasuk mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono; Staf Khusus (Stafsus) Mentan Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan ajudan SYL, Panji Harjanto.
Putusan MA ini menandakan penegakan hukum yang tegas terhadap tindakan korupsi di lingkungan pemerintahan. Putusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi para pejabat negara untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya. Proses hukum yang panjang dan berlapis menunjukkan pentingnya mekanisme hukum yang ada dalam menjerat pelaku tindak pidana korupsi dan memastikan keadilan ditegakkan. Kasus ini juga menjadi sorotan publik dan menuntut transparansi dan akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat.