Lawang Sewu Bertransformasi: Dari Ikon Mistis Menjadi Ruang Ibadah Idul Adha yang Inklusif
Semarang: Transformasi Lawang Sewu, Simbol Inklusivitas dan Toleransi
Gema takbir Idul Adha bergema di halaman Museum Lawang Sewu, Semarang, menandai transformasi signifikan bangunan bersejarah ini. Dulu lekat dengan aura mistis dan kisah horor, Lawang Sewu kini membuka diri sebagai ruang inklusif bagi berbagai kegiatan keagamaan. Setelah sukses menjadi lokasi Salat Idul Fitri dan kebaktian Kenaikan Isa Almasih, Lawang Sewu kembali menjadi tempat ibadah umat Islam, menunjukkan komitmennya sebagai ruang publik yang terbuka untuk semua.
Ratusan umat Muslim dari berbagai penjuru Semarang dan sekitarnya berbondong-bondong memadati halaman Lawang Sewu pada Jumat, 6 Juni 2025. Mereka mengenakan pakaian muslim terbaik mereka untuk menunaikan salat Idul Adha. Suasana khusyuk terasa saat lantunan ayat suci Al-Quran menggema di antara arsitektur kolonial yang megah.
Seorang jamaah salat, Keysa, seorang warga Semarang berusia 17 tahun, mengungkapkan kekagumannya bisa salat di tempat bersejarah seperti Lawang Sewu. Awalnya, Keysa dan keluarganya berencana salat di Masjid Agung Jawa Tengah, namun karena membludaknya jamaah di sana, mereka memutuskan untuk beralih ke Lawang Sewu.
"Ternyata senang banget, ramai juga. Terus kan Lawang Sewu ini tempat yang bersejarah banget, bangunannya juga indah, jadi buat salat jadi enak dan vibes-nya bagus," ujar Keysa.
Senada dengan Keysa, Belva, seorang mahasiswa perantauan berusia 20 tahun, memilih Lawang Sewu karena lokasinya yang dekat dengan tempat kosnya. Menurut Belva, pemanfaatan Lawang Sewu sebagai tempat ibadah sangat positif karena menghapus citra horor yang melekat dan memberikan kesan lebih inklusif dan ramah untuk publik.
"Bagus, inovatif banget. Jadi kita bisa beribadah, tapi juga bisa menikmati wisatanya sekalian. Bisa foto-foto juga," katanya.
PT KAI Pariwisata Dukung Pemanfaatan Lawang Sewu untuk Kegiatan Keagamaan
Vice President Optimalitation Asset PT KAI Pariwisata, Anton Poniman, menegaskan bahwa Lawang Sewu kini terbuka untuk kegiatan keagamaan dari berbagai umat.
"Alhamdulillah, ini untuk yang kesekian kali kami bisa berpartisipasi, dan berguna, bermanfaat khusus masyarakat sekitar dan umumnya Kota Semarang," ujar Anton.
Anton menambahkan bahwa jamaah salat juga dapat menikmati fasilitas dan keindahan arsitektur Lawang Sewu setelah menunaikan ibadah.
"Dengan harapan jemaah Salat Idul Adha selain melaksanakan suatu kewajibannya, juga bisa menikmati fasilitas yang tersedia di Museum Lawang Sewu sebelum dan sesudah salat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Anton menegaskan bahwa Lawang Sewu terbuka bagi semua agama, termasuk yang sudah pernah menggelar kebaktian kenaikan Isa Almasih sebelumnya.
"Silakan saja kalau dibutuhkan untuk dilaksanakan kegiatan kebersamaan. Baik umat Islam, sebelumnya juga sudah dilaksanakan kebaktian kenaikan Isa Almasih, dan silakanlah untuk masyarakat yang beragama atau keyakinan apa pun untuk mempergunakan fasilitas yang kami punya," pungkasnya. Pembukaan Lawang Sewu untuk kegiatan keagamaan ini diharapkan dapat semakin mempererat kerukunan antarumat beragama dan menjadikan Lawang Sewu sebagai ikon toleransi di Kota Semarang.