Konsumsi Daging Kurban: Bolehkah Bagi Pekurban?
Ibadah kurban menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Adha. Di tengah semaraknya penyembelihan hewan kurban, muncul pertanyaan mengenai hukum mengonsumsi daging kurban bagi pekurban itu sendiri. Apakah diperbolehkan, atau justru ada ketentuan khusus yang perlu diperhatikan?
Para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai hal ini, yang umumnya dibedakan berdasarkan jenis kurban yang dilaksanakan. Secara garis besar, terdapat dua kategori utama:
-
Kurban Sunnah (Tathawwu') Mayoritas ulama sepakat bahwa pekurban dan keluarganya diperbolehkan, bahkan dianjurkan, untuk mengonsumsi sebagian daging kurban sunnah. Anjuran ini didasarkan pada praktik Rasulullah SAW, yang diriwayatkan selalu menyantap hati hewan kurbannya setelah kembali dari shalat Idul Adha. Hal ini menunjukkan bahwa mengonsumsi daging kurban sunnah adalah tindakan yang diperbolehkan dan bahkan mengikuti sunnah Nabi.
-
Kurban Nadzar Berbeda dengan kurban sunnah, para ulama mengharamkan pekurban untuk mengonsumsi daging kurban nadzar. Kurban nadzar adalah kurban yang dinazarkan atau dijanjikan sebelumnya. Dalam hal ini, seluruh bagian hewan kurban, termasuk daging, tanduk, dan kuku, wajib disedekahkan kepada fakir miskin. Jika pekurban melanggar ketentuan ini dan mengonsumsi sebagian dari hewan kurban nadzar, maka ia wajib menggantinya dengan memberikan sejumlah yang sama kepada fakir miskin.
Dengan demikian, hukum mengonsumsi daging kurban bagi pekurban sangat bergantung pada jenis kurban yang dilaksanakan. Jika kurban tersebut merupakan kurban sunnah, maka pekurban diperbolehkan dan bahkan dianjurkan untuk mengonsumsi sebagian dagingnya. Namun, jika kurban tersebut merupakan kurban nadzar, maka pekurban diharamkan untuk mengonsumsi dagingnya dan wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurban kepada fakir miskin.
Selain itu, terdapat pula pembahasan mengenai kurban atas nama orang yang telah meninggal dunia. Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali memperbolehkan hal ini, menganggapnya sebagai sedekah yang pahalanya akan sampai kepada orang yang telah meninggal. Namun, sebagian ulama dari mazhab Syafi'i memiliki pendapat yang berbeda, menyatakan bahwa kurban atas nama orang yang telah meninggal hanya diperbolehkan jika ada wasiat dari orang tersebut semasa hidupnya. Bagi yang ingin berkurban untuk orang yang sudah meninggal, disarankan untuk mengikuti pendapat ulama yang membolehkan hal tersebut.