Tambang Nikel Raja Ampat Terancam Sanksi Berat Akibat Pelanggaran Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan serangkaian pelanggaran lingkungan yang signifikan dalam operasi pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Temuan ini memicu ancaman pencabutan izin usaha bagi perusahaan-perusahaan yang terbukti melakukan kerusakan ekosistem yang tidak dapat diperbaiki.

Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak tegas segala bentuk aktivitas yang mengancam kelestarian lingkungan, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan menjadi landasan utama dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi.

Inspeksi yang dilakukan oleh KLHK pada akhir Mei 2025 terhadap beberapa perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat mengungkap adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil. Empat perusahaan, yaitu PT GN, PT KSM, PT ASP, dan PT MRP, menjadi fokus pengawasan. Meskipun keempatnya memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

Pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan meliputi:

  • PT ASP: Perusahaan ini, yang merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal China, melakukan kegiatan penambangan di Pulau Manuran seluas sekitar 746 hektare tanpa menerapkan sistem manajemen lingkungan yang memadai dan tanpa pengelolaan air limbah yang benar. KLHK telah memasang plang peringatan di lokasi tersebut untuk menghentikan aktivitas pertambangan.
  • PT GN: Beroperasi di Pulau Gag dengan luas wilayah penambangan mencapai 6.030,53 hektare. Aktivitas pertambangan di pulau kecil seperti ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  • PT MRP: Perusahaan ini tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam melakukan aktivitas eksplorasi di Pulau Batang Pele. Akibatnya, seluruh kegiatan eksplorasi di lokasi tersebut dihentikan.
  • PT KSM: Terbukti melakukan pembukaan tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Pembukaan tambang ilegal ini menyebabkan sedimentasi di wilayah pesisir pantai.

KLHK saat ini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki oleh PT ASP dan PT GN. Apabila terbukti melanggar ketentuan hukum yang berlaku, izin lingkungan perusahaan-perusahaan tersebut akan dicabut. Selain itu, perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar aturan akan dikenai sanksi administratif berupa kewajiban pemulihan lingkungan. Mereka juga berpotensi menghadapi gugatan perdata atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 semakin memperkuat larangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible) dan melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan serta keadilan antargenerasi.