Kemenaker Akan Publikasikan Data Serapan Tenaga Kerja untuk Bantah Isu Formalitas Job Fair

Isu mengenai job fair yang dianggap hanya sebagai kegiatan seremonial tanpa hasil nyata dalam penyerapan tenaga kerja, telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Menanggapi hal ini, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyatakan komitmennya untuk membuka data terkait serapan tenaga kerja dari berbagai job fair yang telah diselenggarakan.

Yassierli menegaskan bahwa pihaknya akan segera merilis data yang valid dan transparan untuk membuktikan bahwa job fair bukan sekadar formalitas belaka. Ia menjelaskan bahwa proses rekrutmen setelah job fair membutuhkan waktu, karena melibatkan tahapan administrasi dan wawancara yang umumnya berlangsung selama satu hingga dua bulan.

"Kami akan segera publikasikan data serapan tenaga kerja dari job fair. Namun, perlu dipahami bahwa ada tahapan administrasi dan wawancara yang harus dilalui oleh para pelamar. Proses ini biasanya memakan waktu sekitar satu hingga dua bulan," ujar Yassierli di Kantor Kemnaker, Jakarta, pada Kamis (5/6/2025).

Menaker juga menepis anggapan bahwa job fair hanya menjadi ajang pencitraan. Menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan secara aktif berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan peserta job fair untuk memperoleh data serapan tenaga kerja yang akurat. Dari puluhan ribu lowongan yang ditawarkan, sebagian besar pelamar telah memasuki tahap peninjauan dokumen, wawancara, bahkan ada yang sudah diterima bekerja.

"Dari puluhan ribu lowongan yang tersedia, ribuan pelamar sedang dalam proses peninjauan. Sebagian telah mengikuti wawancara, dan ada juga yang sudah dinyatakan diterima. Jadi, anggapan bahwa job fair itu formalitas, menurut saya, kurang tepat," tegas Yassierli.

Lebih lanjut, Yassierli mengimbau kepada penyelenggara job fair untuk memperhatikan segala aspek dan risiko yang dapat menimbulkan kesan formalitas. Ia menekankan bahwa job fair merupakan wujud nyata kehadiran pemerintah dalam membantu masyarakat mencari pekerjaan. Oleh karena itu, pelaksanaan job fair harus dipersiapkan dengan matang, mulai dari jumlah lowongan yang tersedia hingga kualitas perusahaan yang berpartisipasi.

"Kami berharap tidak ada isu terkait formalitas, seperti jumlah lowongan yang minim atau kesan pencitraan semata. Jika tidak siap, sebaiknya tidak perlu melaksanakan job fair. Kami dari Kementerian Ketenagakerjaan akan melakukan seleksi ketat. Dalam beberapa kasus, perusahaan bahkan langsung mengadakan walk-in interview," jelas Yassierli.

Kendati demikian, Yassierli tidak menampik kemungkinan adanya perusahaan yang mengikuti job fair hanya untuk memenuhi kewajiban atau sekadar formalitas. Namun, ia meyakini bahwa sebagian besar perusahaan mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan job fair. Yassierli juga mengingatkan bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan lowongan pekerjaan yang tersedia.

"Apakah ada perusahaan yang hanya ikut formalitas? Saya tidak bisa mengatakan tidak. Tapi saya yakin apa yang kita bangun sekarang tentu diapresiasi oleh perusahaan. Dan memang itu adalah satu kewajiban perusahaan untuk wajib lapor lowongan pekerjaan," pungkasnya.