Kontroversi Maxride di Yogyakarta: Pakar UGM Soroti Legalitas, Dishub Ancam Penertiban
Polemik Operasional Maxride di Yogyakarta Mencuat Akibat Isu Perizinan
Keberadaan Maxride, layanan transportasi roda tiga yang tengah berkembang di Yogyakarta, menuai sorotan tajam. Seorang pakar transportasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyarankan agar Maxride menghentikan sementara operasinya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga mendapatkan izin operasional yang sah.
Deni Prasetio Nugoroho, peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, menekankan pentingnya bagi Maxride untuk mematuhi regulasi daerah sebelum beroperasi. Menurutnya, izin operasional adalah kunci untuk menjamin keamanan dan perlindungan bagi pengguna layanan.
"Setiap pemerintah daerah memiliki aturan yang berbeda. Maxride sebaiknya mengurus izin ke Dinas Perhubungan (Dishub) DIY. Idealnya berhenti dulu beroperasi. Jika terjadi kecelakaan dan lain-lain, masyarakat akan lebih aman jika menggunakan layanan yang resmi. Karena yang resmi sudah pasti diakui dan diasuransikan," jelas Deni.
Ia juga menegaskan bahwa tanpa izin yang jelas, Maxride tidak dapat dikategorikan sebagai transportasi umum yang legal. Deni mencontohkan kasus Bajaj di Jakarta yang telah memiliki izin operasional. Maxride sendiri memulai operasinya di Makassar dan telah memiliki izin di sana. Saat berekspansi ke kota lain, izin seharusnya menjadi prioritas.
"Dulu ada angkutan umum tidak berizin. Mereka ilegal karena tidak ada izin operasional," imbuhnya.
Dishub DIY Tegaskan Maxride Belum Kantongi Izin
Kepala Dishub DIY, Chrestina Erni Widyastuti, sebelumnya telah menyatakan bahwa Maxride belum memiliki izin operasional yang diperlukan. Saat ini, Maxride hanya mengantongi Surat Tanda Coba Kendaraan (STCK), yang dianggap sebagai STNK sementara. Menurut Erni, STCK tidak seharusnya digunakan untuk mengangkut penumpang. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan kepolisian terkait masalah ini.
"Kami sudah memberikan surat peringatan karena semakin banyak [armada Maxride]. Dishub telah berkoordinasi dengan pihak berwenang, Kalau masih belum memenuhi persyaratan ya penertiban yang kami lakukan," tegas Erni.
Klarifikasi Pihak Maxride: Mengaku Telah Memenuhi Persyaratan
Menanggapi isu perizinan ini, City Manager Maxride, Bayu Subolah, mengklaim bahwa Maxride adalah aplikasi yang serupa dengan ojek online (ojol) pada umumnya dan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019.
"Maxride sendiri di Jogja beroperasi tanpa trayek, tidak ada jadwal, sama seperti ojol pada umumnya, cuma jenisnya roda 3. Sehingga kalau disebutkan kami membutuhkan KIR, sebetulnya kami tidak ber-KIR karena bukan kendaraan plat kuning," ujarnya.
Bayu menambahkan bahwa Maxride telah mengantongi Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT) untuk legalitas kendaraannya. Pihaknya juga mengklaim telah mengajukan permohonan pertemuan dengan Dishub DIY untuk menjelaskan status perizinan mereka, namun belum mendapatkan respons.
"Kami butuh koordinasi untuk memverifikasi apakah ada izin-izin lain di DIY yang memang harus kita penuhi. Karena di kota lain kita berjalan dengan izin yang sudah kita penuhi," pungkasnya.
Kontroversi ini masih bergulir, dan titik terang mengenai legalitas operasional Maxride di Yogyakarta masih menunggu hasil koordinasi lebih lanjut antara pihak Maxride dan Dishub DIY.