Ritual Unik Sambut Musim Haji: Tradisi yang Mengakar di Berbagai Daerah Indonesia

Indonesia, negeri dengan keanekaragaman budaya, memiliki sejumlah tradisi unik yang terkait dengan musim haji atau Idul Adha. Tradisi-tradisi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan dan penyambutan ibadah haji di berbagai daerah.

Di berbagai wilayah, momen keberangkatan dan kepulangan jemaah haji dirayakan dengan meriah oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Lebih dari sekadar perayaan, terdapat ritual-ritual khusus yang dilakukan sebagai simbol rasa syukur dan permohonan keberkahan bagi para calon haji.

Berikut adalah beberapa tradisi unik yang mewarnai musim haji di berbagai daerah di Indonesia:

  • Gentongan (Cirebon): Masyarakat Cirebon memiliki tradisi menyediakan gentong berisi air minum secara gratis bagi siapa saja yang lewat, terutama selama musim haji. Gentong tanah liat ini diletakkan di depan rumah keluarga yang anggota keluarganya sedang menunaikan ibadah haji. Tradisi ini bermula dari kondisi berhaji zaman dulu yang serba terbatas. Para jemaah berharap kemudahan dalam perjalanan ke Tanah Suci dengan bersedekah air kepada sesama.
  • Ninjau Haji (Jembrana, Bali): Di Kabupaten Jembrana, Bali, terdapat tradisi ninjau haji, yaitu mengantar jemaah haji hingga ke bandara (dahulu pelabuhan). Keluarga dan kerabat juga memanfaatkan momen ini untuk meminta doa restu agar dapat segera menyusul beribadah haji. Tradisi ini telah ada sejak abad ke-19, dimulai ketika Raja Jembrana secara resmi melepas keberangkatan jemaah haji yang kala itu masih menggunakan kapal laut.
  • Tepung Tawar (Riau, Sumatera): Masyarakat Riau memiliki tradisi tepung tawar yang dilakukan saat persiapan keberangkatan jemaah haji. Ini adalah upacara adat sebagai wujud syukur atas terkabulnya keinginan atau usaha. Melalui tepung tawar, masyarakat berharap agar terhindar dari bahaya dan memperoleh rahmat. Prosesinya melibatkan penggunaan daun perenjis yang dicelupkan ke air wangi, beras kunyit, dan bunga rampai yang ditaburkan kepada calon haji.
  • Ratiban (Betawi): Warga Betawi memiliki tradisi ratiban saat pelepasan jemaah haji atau umroh. Ratiban berasal dari kata "ratib" yang berarti mengaturkan, menyusun, dan menguatkan. Dalam tradisi ini, warga membacakan berbagai dzikir yang disusun berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, seperti tahlil, tasbih, tahmid, istighfar, dan taqdis. Keluarga jemaah haji yang mampu bahkan melaksanakan ratiban selama 40 hari berturut-turut hingga jemaah haji kembali.
  • Peusijuek (Aceh): Peusijuek adalah prosesi penting dalam berbagai kegiatan masyarakat Aceh, termasuk keberangkatan jemaah haji. Tradisi ini dilakukan dengan menaburkan beras padi dan air tepung tawar, menyunting nasi ketan di telinga kanan, dan memberikan uang. Peusijuek merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan, serta permohonan keselamatan, keberkahan, dan kesejahteraan.

Tradisi-tradisi unik ini mencerminkan kekayaan budaya Indonesia dalam menyambut dan merayakan ibadah haji. Setiap daerah memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa syukur, harapan, dan doa bagi para jemaah haji yang akan menunaikan rukun Islam kelima.