Ketegangan Nuklir Iran Meningkat: Dewan Keamanan PBB Gelar Sidang Tertutup
Ketegangan Nuklir Iran Meningkat: Dewan Keamanan PBB Gelar Sidang Tertutup
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dijadwalkan menggelar sidang tertutup pada Rabu, 12 Maret 2025, untuk membahas peningkatan signifikan cadangan uranium Iran yang mengkhawatirkan banyak pihak. Sidang ini diprakarsai oleh enam negara anggota Dewan Keamanan: Prancis, Yunani, Panama, Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat. Inisiatif ini muncul sebagai respons atas laporan yang menunjukkan bahwa persediaan uranium Iran telah mendekati ambang batas yang diperlukan untuk produksi senjata nuklir. Kekhawatiran internasional semakin meningkat seiring dengan laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang mengindikasikan percepatan dramatis pengayaan uranium oleh Iran hingga mencapai kemurnian 60 persen, mendekati level 90 persen yang dibutuhkan untuk senjata nuklir.
Pertemuan tertutup tersebut bukan hanya akan fokus pada peningkatan cadangan uranium, tetapi juga akan membahas ketaatan Iran terhadap kewajiban pelaporan kepada IAEA. Sejumlah diplomat PBB mengungkapkan bahwa Dewan Keamanan akan menelisik lebih dalam mengenai masalah yang belum terselesaikan terkait material nuklir yang tidak dideklarasikan yang terdeteksi di beberapa lokasi di Iran. IAEA menuntut transparansi penuh dari Iran terkait hal ini guna memastikan program nuklir Teheran benar-benar bersifat damai, sebagaimana klaim yang berulang kali disampaikan oleh pihak Iran.
Meskipun Teheran secara konsisten menyangkal ambisi untuk mengembangkan senjata nuklir, peningkatan pengayaan uranium hingga level yang tinggi memicu kecurigaan dan kekhawatiran internasional. Negara-negara Barat menekankan bahwa pengayaan uranium hingga level 60 persen tidak diperlukan untuk program nuklir sipil, dan mempertanyakan motif di balik tindakan Iran. Mereka berpendapat bahwa hanya negara yang berniat memproduksi senjata nuklir yang melakukan pengayaan uranium hingga tingkat kemurnian setinggi itu. Keengganan Iran untuk memberikan informasi yang dibutuhkan kepada IAEA semakin memperkuat kecurigaan tersebut.
Situasi ini semakin rumit mengingat sejarah Kesepakatan Nuklir Iran (JCPOA) tahun 2015. JCPOA, yang dicapai antara Iran dan enam kekuatan dunia (Inggris, Jerman, Prancis, AS, Rusia, dan China), bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi internasional. Namun, penarikan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump pada tahun 2018 telah mengganggu keseimbangan yang rapuh dan menyebabkan Iran secara bertahap mengurangi komitmennya di bawah kesepakatan tersebut.
Inggris, Prancis, dan Jerman telah menyatakan kesiapan mereka untuk mengaktifkan mekanisme "snap back" yang akan memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Iran jika dianggap perlu. Mekanisme ini, yang tercantum dalam resolusi PBB tahun 2015, akan kehilangan efektivitasnya pada Oktober 2026. Langkah ini mencerminkan keprihatinan serius negara-negara Barat terhadap potensi Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Sementara itu, pemerintahan Trump sebelumnya telah menyerukan kepada negara-negara sekutu untuk bekerja sama dalam memberlakukan kembali sanksi dan pembatasan internasional terhadap Iran.
Sidang Dewan Keamanan PBB ini menjadi momentum krusial dalam upaya internasional untuk mengatasi ketegangan yang semakin meningkat terkait program nuklir Iran. Hasil sidang tersebut akan menentukan langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil oleh komunitas internasional dalam merespons situasi ini dan mencegah terjadinya eskalasi konflik yang berpotensi mengancam perdamaian dan keamanan global. Dunia berharap adanya solusi diplomatis yang dapat menjamin denuklirisasi Iran dan menjaga stabilitas regional.