Eka Darmawan: Perjuangan Gigih Membangun Industri Daur Ulang Plastik di Bali

Di tengah gempuran isu lingkungan global, kisah seorang pengusaha di Buleleng, Bali, menjadi oase inspirasi. Putu Eka Darmawan, melalui Rumah Plastik Mandiri, telah mendedikasikan dirinya untuk mengolah sampah plastik menjadi produk bernilai ekonomis.

Perjalanan Eka tidaklah mudah. Jatuh bangun mewarnai langkahnya sejak memulai usaha pada tahun 2016. Investasi besar, mencapai hampir 8 miliar rupiah, telah digelontorkan untuk mewujudkan visinya. Tantangan utama terletak pada kurangnya edukasi dan informasi yang memadai mengenai daur ulang plastik. Eka harus belajar secara otodidak, melalui serangkaian percobaan dan perbaikan yang memakan waktu dan biaya.

Transformasi Sampah Menjadi Berkah

Rumah Plastik kini menjelma menjadi pusat pengolahan sampah plastik yang terintegrasi. Lebih dari sekadar mengumpulkan dan mendaur ulang, Rumah Plastik memproduksi papan plastik berkualitas tinggi. Lokasinya yang strategis di Jalan Candi Kuning, Dusun Pondok, Desa Petandakan, Buleleng, memudahkan akses bagi pemasok dan pelanggan.

Motivasi awal Eka mendirikan Rumah Plastik bukanlah semata-mata untuk tujuan sosial. Ia melihat peluang bisnis yang menjanjikan setelah pengalamannya bekerja di kapal pesiar. Namun, seiring berjalannya waktu, Eka menyadari bahwa usahanya juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.

"Tidak hanya untung secara materi, tapi juga bisa menabung karma," ujarnya, mencerminkan komitmennya terhadap keberlanjutan.

Inovasi dan Pengembangan Pasar

Eka terus berinovasi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produknya. Awalnya, ia berfokus pada pengumpulan dan pemilahan berbagai jenis plastik. Kemudian, ia merambah pasar cacah, memproduksi serpihan plastik untuk dijual ke pabrik pengolahan.

"Trial and error sampai berkali-kali," ungkapnya, menggambarkan proses panjang dan melelahkan dalam menemukan formula yang tepat.

Tawaran ekspor cacahan plastik ke China sempat datang, namun Eka terpaksa menolak karena keterbatasan modal. Ia kemudian memutuskan untuk fokus pada pasar domestik, khususnya Pulau Jawa. Dalam sebulan, Rumah Plastik mampu mengirimkan 2 kali pengiriman cacahan dengan volume 15 sampai 30 ton.

"Jadi setelah plastik diolah, nilainya menjadi lebih mahal. Hanya saja cost pengolahan juga banyak," jelasnya, menyoroti pentingnya efisiensi dalam proses produksi.

Kendala dan Tantangan Pasar

Harga cacahan plastik di pabrik masih fluktuatif. Untuk mendapatkan harga yang stabil, Eka harus membuat kontrak dengan volume pengiriman minimal 500 ton per bulan. Sementara itu, kapasitas produksi Rumah Plastik saat ini baru mencapai 50 ton per bulan.

Eka juga terjun langsung dalam proses pembuatan papan plastik, belajar secara mandiri untuk menghasilkan produk berkualitas. Ia mengakui bahwa sebagian besar modalnya habis untuk riset dan pengembangan.

Saat ini, Eka mempekerjakan sekitar 30 orang dan menerima pasokan bahan baku dari bank sampah unit yang tersebar di seluruh Bali, bahkan hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).

Visi Masa Depan: Sekolah Daur Ulang Plastik

Pada tahun 2025, Eka berencana untuk mengubah model bisnisnya. Ia ingin mendirikan sekolah daur ulang di sebagian area Rumah Plastik, memberikan pelatihan dan edukasi kepada masyarakat yang ingin belajar mengolah sampah plastik.

"Kami ingin menyebarkan pola daur ulang ini ke seluruh Indonesia. Harapannya agar banyak terbentuk titik-titik daur ulang kecil di seluruh Indonesia. Bukan hanya di Jawa saja," pungkasnya, mengungkapkan visinya untuk menciptakan ekosistem daur ulang yang berkelanjutan di seluruh Indonesia.