Puasa Ramadan: Lebih dari Sekedar Menahan Lapar dan Dahaga, Menuju Penghayatan Spiritual yang Mendalam

Puasa Ramadan: Menuju Penghayatan Spiritual yang Mendalam

Puasa Ramadan, ibadah wajib bagi umat Islam, lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga dari terbit hingga terbenamnya matahari. Praktik menahan diri dari makan dan minum ini merupakan pintu gerbang menuju penghayatan spiritual yang lebih dalam dan pemahaman makna ibadah yang hakiki. Seperti yang diungkapkan oleh Pimpinan Pengurus Wilayah Al-Washliyah Sumut, Dedi Iskandar Batubara, Selasa (4/3/2025), banyak yang hanya merasakan dampak fisik puasa tanpa memperoleh manfaat spiritualnya.

"Banyak yang berpuasa, tetapi hanya merasakan lapar dan dahaga," ujar Dedi. Ia menekankan pentingnya mengelola hawa nafsu selama bulan Ramadan. Menahan lapar dan dahaga semata tanpa pengendalian diri, menurutnya, akan mengurangi nilai ibadah puasa. Puasa sejati, lanjutnya, melibatkan pengendalian diri yang komprehensif, termasuk mengendalikan amarah, kesombongan, dan sifat-sifat negatif lainnya yang sering muncul ketika perut kosong.

Dedi menjelaskan bahwa ketidakmampuan mengendalikan diri dapat menghambat tercapainya tujuan utama puasa. Rasa mudah marah dan malas yang seringkali muncul saat berpuasa bukanlah alasan untuk mengabaikan kewajiban spiritual. Sebaliknya, kondisi tersebut justru menjadi tantangan untuk mengasah kesabaran dan keikhlasan dalam beribadah. "Puasa seharusnya tidak membuat kita malas," tegasnya. Justru, momentum ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas ibadah dengan cara yang lebih produktif.

Lebih lanjut, Senator DPD-RI ini menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan banyak umat Islam hanya merasakan aspek fisik puasa. Salah satunya adalah ketidakmampuan mengelola hawa nafsu yang memicu perilaku negatif. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan waktu siang hari untuk kegiatan positif, seperti membaca Al-Qur'an, bersedekah, atau melakukan kegiatan produktif lainnya. Hal ini, menurutnya, akan meningkatkan kualitas spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

"Jangan hanya menahan lapar dan dahaga," imbuhnya. "Isi waktu dengan aktivitas positif, seperti membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan bekerja. Jangan lupakan juga malam hari, waktu yang tepat untuk bermunajat dan berdoa kepada Allah SWT." Dengan demikian, puasa Ramadan bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, melainkan juga tentang mengendalikan diri, meningkatkan kualitas ibadah, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Melalui pengendalian diri yang optimal, puasa akan berbuah pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dedi juga menyoroti pentingnya memanfaatkan waktu malam hari untuk beribadah dan berdoa. Waktu malam, menurutnya, adalah waktu yang paling tepat untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan memohon segala kebutuhan. Dengan demikian, ibadah puasa menjadi lebih komprehensif, meliputi aspek fisik, mental, dan spiritual.

Berikut beberapa poin penting yang diungkapkan oleh Dedi Iskandar Batubara:

  • Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu.
  • Ketidakmampuan mengendalikan diri dapat mengurangi nilai ibadah puasa.
  • Manfaatkan waktu puasa untuk meningkatkan kualitas ibadah dan kedekatan dengan Allah SWT.
  • Isi waktu siang hari dengan aktivitas positif seperti membaca Al-Qur'an dan bersedekah.
  • Manfaatkan waktu malam untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT.