Kerugian Negara Akibat Truk ODOL Mencapai Puluhan Triliun Rupiah: MTI Menyoroti Dampak Fatal
Praktik operasional truk Over Dimension Over Load (ODOL) terus menjadi sorotan tajam karena dampaknya yang merugikan secara multidimensi. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) kembali mengangkat isu ini, menekankan kerugian signifikan yang ditimbulkan, mulai dari kerusakan infrastruktur jalan hingga tingginya angka kecelakaan yang merenggut nyawa.
Kerusakan jalan akibat truk ODOL membebani anggaran negara dengan biaya perbaikan yang fantastis. MTI mencatat bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (PU) harus mengalokasikan dana hingga Rp 43 triliun per tahun untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat beban berlebih. Dana sebesar ini seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur lain yang lebih produktif.
Selain kerugian materi, dampak paling tragis dari truk ODOL adalah tingginya angka kecelakaan yang melibatkan truk, yang seringkali berakibat fatal. Kecelakaan truk menjadi penyebab kematian tertinggi kedua setelah sepeda motor di jalan raya. MTI menekankan bahwa setiap nyawa yang hilang adalah tragedi yang tak ternilai harganya, meninggalkan duka mendalam dan potensi kemiskinan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Dampak Ekonomi dan Daya Saing Nasional
Tidak hanya merugikan secara finansial dan menimbulkan korban jiwa, praktik truk ODOL juga menghambat daya saing ekonomi nasional di tingkat ASEAN. Truk dengan dimensi dan muatan berlebih tidak memenuhi standar perdagangan bebas, sehingga menyulitkan Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara tetangga.
MTI menyoroti ironi bahwa penertiban truk ODOL seringkali diprotes oleh sejumlah pengusaha dengan dalih efisiensi, padahal praktik tersebut justru merugikan daya saing ekonomi secara keseluruhan. Kekacauan tata kelola logistik nasional menjadi akar masalah yang perlu segera ditangani.
Tata Kelola Logistik yang Bermasalah
Menurut MTI, masalah truk ODOL bukan sekadar pelanggaran teknis atau upaya mencari keuntungan semata. Ini adalah cerminan dari tata kelola logistik nasional yang kacau. Karoseri masih bebas memproduksi truk dengan dimensi yang tidak sesuai standar, sementara pemilik barang dengan mudah memaksa sopir untuk memuat barang melebihi kapasitas demi menekan biaya, tanpa mempedulikan aturan hukum.
MTI mendesak Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk segera mengeluarkan regulasi yang mewajibkan produsen dan pemilik barang bertanggung jawab atas praktik ODOL. Selain itu, MTI juga menyoroti Pasal 184 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang memberikan keleluasaan dalam penetapan tarif angkutan barang, yang justru memicu eksploitasi dan pelanggaran batas teknis kendaraan.
Liberalisasi tarif tanpa pengawasan yang ketat telah menyebabkan menjamurnya truk ODOL, merusak infrastruktur jalan dan pelabuhan, serta merugikan negara secara keseluruhan. MTI menyerukan penegakan hukum yang tegas dan perbaikan tata kelola logistik yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi masalah truk ODOL secara efektif, MTI memberikan sejumlah rekomendasi, antara lain:
- Penegakan Hukum yang Tegas: Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap truk ODOL, serta memberikan sanksi yang berat bagi pelanggar.
- Regulasi yang Jelas dan Komprehensif: Kementerian terkait harus mengeluarkan regulasi yang jelas dan komprehensif mengenai standar dimensi dan muatan truk, serta tanggung jawab produsen dan pemilik barang.
- Perbaikan Tata Kelola Logistik: Pemerintah perlu melakukan reformasi tata kelola logistik secara menyeluruh, termasuk penataan sistem tarif angkutan barang, peningkatan infrastruktur, dan pengembangan sumber daya manusia.
- Sosialisasi dan Edukasi: Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, pengusaha, dan sopir truk mengenai dampak negatif truk ODOL.
Dengan langkah-langkah yang tepat dan komitmen yang kuat dari semua pihak, diharapkan masalah truk ODOL dapat segera diatasi dan kerugian negara dapat diminimalkan.