Kuota Afirmasi Disabilitas di Salatiga Jadi Sorotan, Komnas Disabilitas RI Angkat Bicara
Pemerintah Kota Salatiga menuai kritik dari Komisi Nasional Disabilitas Republik Indonesia (Komnas Disabilitas RI) terkait alokasi kuota afirmasi dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun ajaran 2025/2026. Kritik ini muncul karena Komnas Disabilitas RI menilai kebijakan kuota tersebut berpotensi diskriminatif terhadap anak-anak disabilitas.
Persoalan ini bermula dari Surat Keputusan (SK) Wali Kota Salatiga Nomor 400.3/120/2025 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) SPMB Tahun Ajaran 2025/2026. Dalam SK tersebut, jalur afirmasi untuk jenjang SMP ditetapkan sebesar 20 persen. Namun, pembagiannya dinilai tidak proporsional, yakni 19 persen dialokasikan untuk siswa dari keluarga miskin dan hanya 1 persen untuk siswa disabilitas.
Komisioner Komnas Disabilitas RI, Eka Prastama Widiyanta, menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan ini. Menurutnya, alokasi kuota 1 persen bagi siswa disabilitas dapat menghambat akses pendidikan mereka ke jenjang SMP. Eka menilai kebijakan ini bertentangan dengan prinsip dan tujuan SPMB yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 3 Tahun 2025. Permendikbudristek tersebut seharusnya memberikan keberpihakan yang lebih besar kepada anak-anak disabilitas melalui jalur afirmasi dengan persentase kuota minimal 20 persen, dengan mempertimbangkan potensi jumlah murid penyandang disabilitas.
Eka juga menyoroti bahwa temuan ini mengindikasikan adanya keengganan dari pihak SMP di Kota Salatiga untuk menerapkan pendidikan inklusif, yang sebenarnya telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020, serta Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi Yang Layak pada Satuan Pendidikan. Padahal, Kota Salatiga selama ini dikenal memiliki regulasi dan program yang cukup baik sebagai model Kota Inklusif.
Berdasarkan data dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik), terdapat lebih dari 80 siswa disabilitas kelas 6 Sekolah Dasar (SD) di Kota Salatiga yang membutuhkan akses untuk melanjutkan pendidikan ke SMP. Dengan kuota yang hanya 1 persen, diperkirakan lebih dari 60 anak disabilitas di Kota Salatiga berpotensi tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMP negeri.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Nunuk Dartini, menyatakan bahwa secara umum proses SPMB tahun ini berjalan dengan lancar. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti masukan dari Komnas Disabilitas RI. Dinas Pendidikan Kota Salatiga akan memastikan bahwa siswa berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan layanan dan kesempatan yang layak di sekolah reguler. Selain itu, Dinas Pendidikan akan segera membuat laporan rinci (by name by address) terkait data siswa ABK dan pemetaan sekolah yang sesuai untuk mereka.
Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:
- Kuota Afirmasi: Alokasi kuota afirmasi untuk siswa disabilitas hanya 1 persen, dinilai terlalu kecil dan diskriminatif.
- Peraturan Terkait: Kebijakan ini dianggap bertentangan dengan Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025 dan UU Nomor 8 Tahun 2016.
- Pendidikan Inklusif: Kurangnya kuota afirmasi dikhawatirkan menghambat implementasi pendidikan inklusif di Kota Salatiga.
- Data Siswa Disabilitas: Terdapat lebih dari 80 siswa disabilitas kelas 6 SD yang membutuhkan akses ke SMP.
- Tanggapan Dinas Pendidikan: Dinas Pendidikan Kota Salatiga akan menindaklanjuti masukan dari Komnas Disabilitas RI dan melakukan pemetaan siswa ABK.