Komjak Menepis Anggapan Konflik Kejaksaan-Polri Terkait Perpres Perlindungan Jaksa

Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI) angkat bicara terkait polemik yang berkembang seputar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa. Ketua Komjak RI, Pujiyono Suwadi, menepis anggapan yang menyebutkan bahwa terbitnya Perpres tersebut mengindikasikan adanya disharmoni atau konflik antara Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia.

Pernyataan ini dilontarkan Pujiyono sebagai respons terhadap berbagai opini yang muncul, termasuk pandangan dari mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Mahfud sebelumnya mengkritisi pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan kantor kejaksaan di seluruh Indonesia, dengan alasan hal tersebut dianggap tidak lazim dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

"Kalau tidak akur kan persepsinya Prof Mahfud ya, nanti di mananya tanya beliau, tapi sepanjang saya di Komisi Kejaksaan satu tahunan ini kita lihat fine-fine saja, baik-baik saja," ujar Pujiyono, berusaha meredam spekulasi yang berkembang. Ia menegaskan bahwa selama masa jabatannya di Komjak, ia tidak melihat adanya indikasi persaingan atau konflik yang signifikan antara Kejaksaan dan Polri.

Lebih lanjut, Pujiyono menyoroti kedekatan yang ia amati antara Jaksa Agung ST Burhanudin dan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menggambarkan interaksi keduanya dalam berbagai forum sebagai harmonis dan penuh keakraban. "Ya kalau orang menduga, menyebut ini ada kayak kompetisi, ada kayak tidak akur segala macam, kita lihat Pak Jaksa Agung sama Pak Kapolri ketemu cipika-cipiki, ketemu senyam-senyum, bahkan salam komando kita lihat di beberapa media, kita melihat tidak ada ini (ketidakakuran) sebenarnya," jelasnya.

Perpres Nomor 66 Tahun 2025 sendiri memberikan landasan hukum bagi pelibatan TNI dalam memberikan perlindungan kepada jaksa yang menjalankan tugas dan fungsi Kejaksaan RI. Beleid ini ditandatangani oleh Presiden Prabowo pada tanggal 21 Mei 2025.

Sebelumnya, Mahfud MD dalam sebuah diskusi publik mengungkapkan kekhawatirannya terkait pengerahan personel TNI ke kantor kejaksaan. Ia berpendapat bahwa tindakan tersebut tidak sejalan dengan Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang TNI yang mengatur secara spesifik mengenai mekanisme perlindungan terhadap jaksa.

Mahfud merujuk pada Pasal 8A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa jaksa dan keluarganya berhak meminta perlindungan khusus dari ancaman keselamatan kepada Kepolisian, bukan kepada TNI. "Di situ disebutkan, hak untuk minta perlindungan atas ancaman keselamatan diminta ke kepolisian. Disebut eksplisit di situ, bukan ke TNI," tegasnya.

Lebih lanjut, Mahfud menduga bahwa kebijakan pelibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan merupakan indikasi adanya ketidakharmonisan hubungan antara Kejaksaan dan Polri yang telah berlangsung lama. Ia mencontohkan beberapa agenda koordinasi di mana Kapolri dan Jaksa Agung cenderung menghindari kehadiran dalam forum yang sama.

"Di dalam kerja-kerjanya tidak saling bersinergi. Rupanya saling berkompetisi, bukan saling bersinergi. Dan itu tidak baik bagi pendidikan hukum," pungkas Mahfud, menyuarakan kekhawatirannya terkait dampak negatif dari potensi disharmoni antara dua lembaga penegak hukum tersebut.