Penolakan Pembangkit Listrik Panas Bumi Warnai Hari Lingkungan Hidup di Ende

Ribuan warga Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Kamis, 5 Juni 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Pulau Flores.

Massa yang berjumlah sekitar dua ribu orang tersebut memulai aksi mereka dengan berparade di sepanjang Jalan Eltari, Kota Ende, menuju Gedung DPRD dan Kantor Bupati Ende. Aksi ini diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama Katolik. Sambil membawa spanduk dan berorasi, para demonstran menyuarakan penolakan terhadap proyek geothermal yang mereka khawatirkan akan merusak lingkungan dan mengancam mata pencaharian mereka.

Para pengunjuk rasa menyampaikan kekecewaan mereka atas dampak negatif yang mereka rasakan akibat aktivitas pengeboran geothermal yang telah berlangsung sejak awal tahun 2000-an. Mereka mengklaim bahwa kegiatan tersebut telah menyebabkan pencemaran air dan udara, serta penurunan produktivitas pertanian, seperti kopi, cengkih, dan sayuran, yang menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak keluarga di Ende.

Vikep Ende, Romo Frederikus Wea Dopo, menegaskan bahwa masyarakat Flores, khususnya Ende, sangat bergantung pada sumber daya alam seperti hutan, tanah, dan air. Oleh karena itu, pembangunan geothermal dinilai dapat mengganggu stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat. Ia menyoroti bahwa alih fungsi lahan untuk proyek geothermal telah mengorbankan kepentingan petani dan merusak ekosistem lokal.

Selain dampak lingkungan dan ekonomi, para pengunjuk rasa juga menyoroti potensi konflik sosial dan kerusakan budaya akibat proyek geothermal. Mereka berpendapat bahwa segala aspek budaya Flores terkait erat dengan tanah dan hasil bumi. Kehadiran geothermal, menurut mereka, dapat mengancam keberlangsungan tradisi dan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Romo Frederikus mencontohkan situasi di Sukoria, Kabupaten Ende, di mana masyarakat setempat sangat terganggu oleh keberadaan geothermal. Ia mengklaim bahwa proyek tersebut telah merusak tanaman pertanian dan menurunkan kualitas air di wilayah tersebut. Berdasarkan pengalaman ini, ia berpendapat bahwa energi terbarukan jenis lain, seperti energi air, angin, matahari, biomassa, dan arus laut, lebih sesuai untuk konteks Flores.

Para demonstran juga menyoroti kurangnya sosialisasi dan transparansi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek geothermal. Mereka mengklaim bahwa pemerintah pusat dan perusahaan terkait tidak melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengambilan keputusan. Mereka menuntut agar pemerintah pusat mencabut status Flores sebagai pulau geothermal dan menghentikan semua aktivitas pengeboran yang membahayakan keselamatan masyarakat.

Massa mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Mereka mendesak pemerintah pusat untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Flores dan mempertimbangkan kembali rencana pembangunan geothermal di pulau tersebut.

Tuntutan Warga:

  • Mencabut Flores sebagai pulau geothermal.
  • Menghentikan semua aktivitas pengeboran geothermal.
  • Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan energi.
  • Mengutamakan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.