Ketua DPRD NTB Bungkam Soal Kasus Perusakan Gerbang oleh Mahasiswa
MATARAM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda, memilih untuk tidak memberikan komentar terkait insiden perusakan gerbang Gedung DPRD yang diduga dilakukan oleh sejumlah mahasiswa. Sikap diam ini diambilnya saat dicegat awak media usai menghadiri sebuah acara penting di Mataram.
Saat ditanya mengenai perkembangan kasus tersebut, termasuk kemungkinan mediasi atau penyelesaian secara damai dengan para mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Baiq Isvie enggan menjawab. Ia justru mengarahkan wartawan untuk meminta keterangan langsung kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTB. "Tanya Pak Kapolda, saya tidak bicara," ujarnya singkat sembari bergegas meninggalkan lokasi.
Sebelumnya, pihak kepolisian melalui Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menyatakan bahwa kasus perusakan ini memiliki potensi untuk diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (RJ). Namun, Kombes Pol Syarif Hidayat menekankan bahwa penerapan RJ sangat bergantung pada terpenuhinya syarat-syarat formal dan materil, baik dari pihak DPRD NTB sebagai pelapor maupun dari pihak mahasiswa sebagai terlapor.
Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan bahwa secara hukum, kasus ini bukanlah delik aduan, melainkan termasuk dalam kategori pidana murni. Artinya, proses hukum dapat terus berjalan meskipun tidak ada pengaduan dari pihak korban. Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa perdamaian antara kedua belah pihak dan pencabutan laporan oleh DPRD NTB dapat menjadi solusi alternatif dalam penyelesaian perkara ini.
"Solusi perkara hanya melalui perdamaian dan pencabutan laporan. Tapi kami tak bisa mengarahkan begitu. Kalau kami mengarahkan seperti itu, nanti kami dipikir berpihak sama pelapor, terlapor," jelas Kombes Pol Syarif Hidayat beberapa waktu lalu.
Kasus dugaan perusakan gerbang Gedung DPRD NTB ini bermula dari aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pada bulan Agustus lalu. Aksi tersebut dilakukan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Dalam perkembangan penyidikan, pihak kepolisian telah menetapkan sejumlah mahasiswa sebagai tersangka dalam kasus perusakan ini. Adapun inisial tersangka yaitu HF, MA, MAG, DI, KS, dan RR.