Tahanan Kasus Asusila Meninggal Dunia Akibat Kekerasan di Sel Polresta Denpasar, Beberapa Polisi Dijatuhi Sanksi

Kasus kekerasan yang berujung maut terjadi di ruang tahanan Polresta Denpasar, Bali. Seorang tahanan berinisial AI (35), yang terjerat kasus dugaan pencabulan anak, ditemukan tewas setelah menjadi korban pengeroyokan oleh sejumlah tahanan lain.

Insiden tragis ini terjadi pada hari Rabu (4/6/2025) malam, hanya sehari setelah AI ditempatkan di sel tersebut. Menurut laporan awal, seorang tahanan melaporkan kepada petugas jaga bahwa AI terjatuh di kamar mandi sekitar pukul 20.30 WITA. Menyadari kondisi AI yang memburuk, petugas segera membawanya ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk mendapatkan pertolongan medis.

"Saat ditemukan, korban masih bernapas, sehingga langsung dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara," ujar Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandy, pada hari Jumat (6/6/2025).

Investigasi awal mengindikasikan bahwa para tahanan lain merasa geram setelah mengetahui bahwa AI adalah tersangka dalam kasus pencabulan anak. Emosi yang memuncak diduga menjadi pemicu tindakan kekerasan terhadap AI, yang notabene merupakan tahanan baru di sel tersebut. Kendati demikian, pihak kepolisian masih terus mendalami motif pasti di balik aksi pengeroyokan ini.

"Motif pengeroyokan masih dalam tahap pendalaman oleh penyidik," jelas Kombes Ariasandy.

Enam Tahanan Ditetapkan Sebagai Tersangka

Menyusul insiden pengeroyokan tersebut, Polresta Denpasar melakukan pemeriksaan intensif terhadap sebelas tahanan yang menghuni sel yang sama dengan AI. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa tujuh orang diduga terlibat dalam aksi kekerasan tersebut. Setelah melalui proses penyidikan lebih lanjut, enam tahanan kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Keenam tersangka tersebut adalah ADS, DMWK, GARP, IKS, KAJ alias B, dan PPM alias TL. Semuanya merupakan tahanan yang terlibat dalam kasus narkotika.

"Setelah melakukan pemeriksaan mendalam terhadap para terlapor, kami menetapkan enam tahanan sebagai tersangka," kata Kombes Ariasandy.

"Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan," tambahnya.

Tiga Polisi Dijatuhi Sanksi Penempatan Khusus

Sebagai buntut dari kejadian ini, tiga petugas polisi yang bertugas saat insiden pengeroyokan terjadi, dijatuhi sanksi berupa penempatan khusus (patsus) selama 30 hari. Sanksi ini diberikan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan.

Ketiga polisi tersebut adalah Bripka AD, anggota satuan tahanan dan titipan Polresta Denpasar, serta dua anggota Samapta Polresta Denpasar, yaitu Bripda IPDAP dan Bripda IDPS.

"Ketiga anggota tersebut ditempatkan di tempat khusus sementara untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut," terang Kombes Ariasandy.

Kombes Ariasandy tidak memberikan rincian spesifik mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh ketiga polisi tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa mereka terbukti tidak profesional dalam menjalankan tugas pengawasan. "Penempatan khusus selama 30 hari ini diberikan karena adanya pelanggaran kode etik profesi," tegasnya.

Kabid Propam Polda Bali, Kombes Ketut Agus Kusmayadi, menambahkan bahwa penyelidikan terhadap peran ketiga polisi tersebut masih terus berlangsung. "Apabila terbukti melakukan pelanggaran, kami akan tindak tegas. Kami berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian," pungkasnya.