Becak Yogyakarta: Warisan Budaya Tak Benda yang Sarat Makna
markdown Kementerian Kebudayaan telah mengukuhkan 32 karya budaya dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia pada tahun 2024. Salah satu yang menarik perhatian adalah penetapan Becak Jogja sebagai WBTb. Penetapan ini bukan tanpa alasan. Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY mengungkapkan bahwa becak memiliki nilai historis dan budaya yang mendalam bagi masyarakat Yogyakarta.
Kepala Disbud DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menjelaskan bahwa pengajuan becak sebagai WBTb didasari oleh perannya sebagai moda transportasi tradisional yang populer di Yogyakarta pada era 1970-an. Pada masa itu, becak digunakan sebagai transportasi sehari-hari dan alat pengangkut barang. Kini, becak telah bertransformasi menjadi ikon pariwisata yang menarik minat wisatawan.
"Becak diusulkan sebagai warisan budaya tak benda karena telah menjadi bagian dari budaya selama lebih dari dua generasi, memiliki komunitas pendukung yang aktif, dan memiliki nilai budaya yang khas bagi DIY," ujar Dian.
Proses pengusulan becak sebagai WBTb telah melalui serangkaian kajian mendalam. Setiap karya budaya yang diajukan harus didukung oleh kajian yang komprehensif, disertai dengan foto dan video sebagai bukti pendukung. Kajian mengenai becak telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan DIY sejak tahun 2018, dilanjutkan dengan penelaahan pustaka dari berbagai sumber, termasuk skripsi dan karya ilmiah lainnya.
Salah satu keunikan becak Jogja adalah adanya pepeling atau nasihat yang tersemat di selebor becak. Selebor becak Jogja dibuat cembung dengan lukisan alam yang indah, dilengkapi dengan slogan-slogan pepeling yang mencerminkan nilai-nilai budaya Yogyakarta, seperti adigang adigung adiguna dan becik ketitik ala ketoro.
Untuk melestarikan keberadaan becak, berbagai upaya telah dilakukan. Di Yogyakarta, terdapat Paguyuban Becak Kayuh Yogyakarta yang beranggotakan lebih dari 50 orang. Paguyuban ini berada di bawah pembinaan Dinas Perhubungan. Selain itu, Disbud DIY juga melakukan berbagai upaya pelestarian becak kayuh, terutama di tengah arus modernisasi seperti munculnya becak motor (bentor).
Salah satu inovasi yang dilakukan adalah pengembangan becak listrik sebagai teknologi tepat guna. Becak listrik diharapkan dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa menimbulkan polusi udara. Meskipun menggunakan tenaga listrik, becak ini tetap mempertahankan sistem kayuh tradisional, sehingga pengemudi dapat menggunakan tenaga listrik saat merasa lelah atau membutuhkan kecepatan.
Pemerintah Daerah DIY juga berperan aktif dalam melestarikan becak melalui regulasi. Pemda DIY telah mendata dan mendokumentasikan seluruh becak kayuh yang masih aktif beroperasi. Becak-becak tersebut juga didaftarkan dengan STNK khusus oleh Dinas Perhubungan.
Peraturan Daerah DIY Nomor 5 tahun 2016 tentang pengaturan alat transportasi tradisional, yaitu andong dan becak, menjadi landasan hukum bagi pelestarian becak kayuh. Perda ini mendefinisikan becak sebagai kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan mengatur persyaratan teknis yang harus dipenuhi, seperti konstruksi, sistem kemudi, sistem roda, sistem rem, lampu, dan alat peringatan.
Mengenai kesejahteraan pengayuh becak, Dian menjelaskan bahwa hal ini menjadi perhatian lintas sektor. Meskipun demikian, ia berpendapat bahwa pengayuh becak dapat dikatakan sejahtera dalam hal kehidupan yang ayem tentrem. Aktivitas mengayuh becak memiliki nilai filosofis yang relevan dengan kehidupan yang alon-alon. Selain itu, peran becak sebagai moda transportasi pariwisata juga mendorong pertumbuhan ekonomi bagi para pengayuh.