PKS Menanggapi Wacana Pemakzulan Gibran: Cerminan Demokrasi yang Harus Taat Konstitusi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merespons isu yang berkembang terkait desakan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Presiden PKS, Al Muzzammil Yusuf, menyatakan bahwa munculnya wacana tersebut merupakan bagian dari dinamika demokrasi di Indonesia.

Menurut Muzzammil, PKS menghormati berbagai aspirasi politik yang berkembang di masyarakat, termasuk usulan yang datang dari Forum Purnawirawan TNI. Ia menekankan bahwa PKS akan selalu berpegang pada koridor hukum dan konstitusi yang berlaku dalam menyikapi isu-isu politik.

"Tentu PKS menghormati berbagai dinamika politik yang ada. Inilah cerminan negara demokrasi," ujar Muzzammil di Kantor DPTP PKS, Jakarta Selatan.

Muzzammil menambahkan, PKS akan terus fokus mendukung pemerintahan Prabowo Subianto. PKS berharap kepemimpinan yang terbaik akan hadir untuk Indonesia. Keberhasilan Prabowo Subianto adalah kegembiraan seluruh rakyat Indonesia, termasuk PKS yang berada di dalamnya. Muzzammil juga menyampaikan bahwa kader PKS yang sedang menunaikan ibadah haji juga memanjatkan doa untuk kebaikan bangsa dan negara Indonesia.

Wacana pemakzulan Gibran sebelumnya mencuat setelah adanya usulan dari Forum Purnawirawan TNI. Usulan ini kemudian memicu perdebatan di berbagai kalangan mengenai dasar hukum dan mekanisme yang harus ditempuh.

Menanggapi hal tersebut, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa proses pemakzulan seorang wakil presiden harus dimulai dari DPR. Menurutnya, DPR harus terlebih dahulu menyetujui usulan tersebut dengan dukungan dua per tiga suara anggota DPR sebelum diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Proses Pemakzulan Menurut Konstitusi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 mengatur secara rinci mengenai pemberhentian atau pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden.

  • Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, serta jika tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
  • Pasal 7B UUD 1945 mengatur alur proses pemakzulan yang harus melewati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih dahulu.

Tahapan Pemakzulan

  1. Usulan dari DPR: Proses pemakzulan harus dimulai dengan usulan dari DPR kepada MPR.
  2. Persetujuan DPR: Usulan tersebut harus disetujui oleh minimal dua per tiga anggota DPR.
  3. Putusan MK: Setelah mendapat persetujuan DPR, usulan tersebut diajukan ke MK untuk mendapatkan putusan.
  4. Sidang MPR: Jika MK menyatakan bahwa terdapat cukup bukti pelanggaran, DPR kemudian mengusulkan kepada MPR untuk mengadakan sidang.
  5. Keputusan MPR: MPR akan memutuskan apakah Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah dan dimakzulkan. Sidang MPR harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah anggota dan disetujui oleh minimal dua per tiga dari jumlah anggota yang hadir.

Dengan demikian, proses pemakzulan merupakan mekanisme yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga negara. Proses ini juga harus dilakukan sesuai dengan koridor hukum dan konstitusi yang berlaku.