DPR Soroti Dugaan Tebang Pilih Penanganan Tambang di Raja Ampat, Minta Evaluasi Menyeluruh
Komisi XII DPR RI melayangkan kritik tajam terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas dugaan praktik tebang pilih dalam penanganan aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Sorotan utama tertuju pada tiga perusahaan swasta yang dinilai melakukan kerusakan lingkungan lebih parah dibandingkan PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam, yang saat ini tengah dikenakan sanksi penghentian sementara operasional.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Hariyadi, mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakadilan dalam penegakan hukum lingkungan di wilayah konservasi tersebut. Menurutnya, tindakan tegas justru dijatuhkan kepada PT Gag Nikel, sementara tiga perusahaan swasta, yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), terkesan dibiarkan melakukan aktivitas yang merusak ekosistem Raja Ampat.
Bambang menjelaskan bahwa PT ASP, sebuah perusahaan yang berasal dari Tiongkok, diduga kuat melakukan pelanggaran pidana berdasarkan informasi resmi yang diterima dari Kementerian Lingkungan Hidup. Pelanggaran tersebut meliputi pencemaran dan kerusakan ekosistem laut akibat aktivitas operasional perusahaan.
Selanjutnya, PT KSM diketahui telah melakukan pembukaan lahan sejak tahun 2023 dan memulai aktivitas penambangan pada tahun 2024. Lokasi penambangan perusahaan ini berdekatan dengan kawasan konservasi Raja Ampat, sehingga menimbulkan risiko tinggi terhadap kelestarian keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.
Sementara itu, PT MRP baru memulai kegiatan pengeboran di sepuluh titik lokasi. Mirisnya, aktivitas tersebut dilakukan tanpa mengantongi izin lingkungan yang sah. Bambang menegaskan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran hukum karena dilakukan tanpa dasar legalitas yang jelas.
Ironisnya, PT Gag Nikel, yang merupakan bagian dari BUMN PT Antam, justru menjadi pihak yang dikenakan sanksi penghentian sementara operasional. Padahal, berdasarkan informasi yang diterima Komisi XII DPR dari Kementerian Lingkungan Hidup, PT Gag Nikel hanya diwajibkan untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi lingkungan laut yang terdampak aktivitasnya.
Bambang menambahkan, perbedaan mencolok terletak pada jenis perizinan yang dimiliki. PT Gag Nikel beroperasi berdasarkan Kontrak Karya (KK), sementara ketiga perusahaan swasta tersebut hanya mengantongi izin dari pemerintah daerah setempat.
Komisi XII DPR RI berencana melakukan kunjungan langsung ke lokasi operasional ketiga perusahaan swasta tersebut bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk melakukan pengecekan langsung terhadap kondisi lapangan dan mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan.
Bambang menegaskan komitmennya untuk tidak tinggal diam menyaksikan kerusakan lingkungan yang terjadi di Raja Ampat. Ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pertambangan di kawasan konservasi dan pulau-pulau kecil. Jika terbukti melakukan pelanggaran serius, Bambang mendorong agar izin operasional ketiga perusahaan tersebut dicabut secara permanen.
Berikut poin-poin penting yang menjadi perhatian Komisi XII DPR RI:
- Dugaan tebang pilih: Penanganan kasus pertambangan di Raja Ampat dinilai tidak adil, dengan sanksi lebih berat diberikan kepada PT Gag Nikel.
- Pelanggaran lingkungan: Tiga perusahaan swasta diduga melakukan pencemaran dan kerusakan ekosistem laut di Raja Ampat.
- Perizinan ilegal: PT MRP melakukan pengeboran tanpa izin lingkungan yang sah.
- Evaluasi menyeluruh: Pemerintah didesak untuk mengevaluasi seluruh aktivitas pertambangan di kawasan konservasi.
- Pencabutan izin: Jika terbukti melanggar, izin operasional perusahaan harus dicabut.
Bambang menegaskan bahwa Raja Ampat adalah aset bangsa yang harus dilindungi dari kepentingan investor yang merusak lingkungan.