Polemik Penerapan Sekolah Lima Hari di Sumatera Utara: DPRD dan Orang Tua Siswa Angkat Bicara
Pro dan Kontra Kebijakan Sekolah Lima Hari di Sumatera Utara
Rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) untuk menerapkan kebijakan sekolah lima hari bagi siswa SMA, SMK, dan SLB mulai tahun ajaran 2025-2026 menuai beragam reaksi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara dan sejumlah orang tua siswa mengungkapkan kekhawatiran dan kritik terhadap kebijakan tersebut.
Kritik dari DPRD Sumut
Komisi E DPRD Sumatera Utara berencana memanggil Dinas Pendidikan Sumut untuk meminta penjelasan terkait kebijakan ini. Anggota Komisi E, Fajri Akbar, menyatakan bahwa DPRD belum diajak berdiskusi mengenai rencana tersebut, padahal seharusnya kebijakan ini dibahas bersama dengan mitra kerja.
Fajri Akbar juga mempertanyakan efektivitas sekolah lima hari, terutama bagi siswa SMA dan SMK. Ia berpendapat bahwa kualitas pembelajaran lebih penting daripada jumlah hari belajar. Menurutnya, fokus harusnya pada peningkatan mutu proses belajar, bukan sekadar memperpanjang waktu di sekolah.
Pandangan Akademisi
Dr. Bakhrul Khair Amal, Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (UNIMED), menekankan pentingnya kajian ilmiah sebelum menerapkan kebijakan. Ia mempertanyakan apakah ada analisis naskah akademik dan hasil penelitian yang mendasari keputusan tersebut. Menurutnya, naskah akademik dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan dari berbagai sudut pandang, termasuk dampak fisik dan psikis pada siswa dan guru.
Dr. Bakhrul juga meragukan korelasi antara pengurangan hari sekolah dengan solusi terhadap masalah kekerasan remaja, seperti geng motor. Ia berpendapat bahwa masalah tersebut memerlukan penanganan yang lebih komprehensif.
Penolakan dari Orang Tua Siswa
Sejumlah orang tua siswa juga menolak kebijakan sekolah lima hari. Ferdinand, warga Medan Tuntungan, mempertanyakan kegiatan siswa selama dua hari libur. Ia berpendapat bahwa alasan untuk mempererat hubungan keluarga tidak relevan, karena ia sudah setiap hari berkumpul dengan anak-anaknya.
Amorta, warga Medan Area, menilai kebijakan ini dapat menambah beban fisik dan ekonomi keluarga. Ia khawatir bahwa penambahan jam belajar akan meningkatkan biaya makan dan uang jajan siswa. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, hal ini akan semakin membebani orang tua.
Pembelaan Dinas Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alexander Sinulingga, menjelaskan bahwa kebijakan ini sedang dalam tahap penyusunan kajian teknis dan akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub). Ia menyatakan bahwa sekolah lima hari bertujuan untuk menekan angka kriminalitas, tawuran, narkoba, dan kejahatan geng motor di kalangan pelajar.
Dalam skema ini, siswa akan belajar dari Senin hingga Jumat, dengan penambahan jam belajar di hari aktif. Alexander Sinulingga berharap waktu akhir pekan yang bebas dapat meningkatkan interaksi siswa dengan keluarga dan memperkuat pengawasan orang tua.
Kebijakan sekolah lima hari di Sumatera Utara masih menjadi perdebatan. DPRD, akademisi, dan orang tua siswa memiliki pandangan yang berbeda mengenai efektivitas dan dampaknya. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu mempertimbangkan berbagai masukan sebelum menerapkan kebijakan ini secara menyeluruh.