Kemarau Anomali: Mengapa Hujan Terus Mengguyur di Tengah Musim Kering?

Fenomena Kemarau Basah: Anomali Cuaca di Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperkirakan bahwa musim kemarau di Indonesia akan berlangsung dari April hingga Juni 2025. Namun, kenyataannya, banyak wilayah di Indonesia masih mengalami curah hujan yang signifikan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai kemarau basah. Kehadiran hujan di tengah musim kemarau ini menimbulkan pertanyaan: Apa yang menyebabkan anomali cuaca ini?

Dr. Syamsudduha Syahrorini ST MT, seorang pakar lingkungan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menjelaskan bahwa kemarau basah adalah akibat dari kekacauan musim. Meskipun frekuensi hujan menurun selama kemarau basah, intensitasnya cenderung tetap tinggi. Data dari BMKG menunjukkan bahwa fenomena ini diperkirakan akan terjadi selama Juni hingga Agustus 2025, dengan potensi 56,54% wilayah Indonesia mengalami kondisi yang lebih basah dari biasanya. Bahkan, hingga Agustus, diprediksi 84% wilayah masih berpotensi mengalami kemarau basah. Fenomena ini, menurut Dr. Rini, cenderung berlangsung dalam periode waktu yang cukup lama.

Faktor-faktor Pemicu Kemarau Basah

Beberapa faktor utama berkontribusi terhadap terjadinya kemarau basah, antara lain:

  • La Nina: Fenomena iklim yang menyebabkan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik menjadi lebih dingin dari biasanya, yang dapat meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia.
  • Suhu Laut Hangat: Suhu laut yang lebih hangat dari normal dapat meningkatkan penguapan dan kelembaban udara, sehingga memicu pembentukan awan dan hujan.
  • Aktivitas Atmosfer: Fenomena seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby dapat mempengaruhi pola cuaca dan curah hujan di Indonesia.

Selain itu, perubahan iklim global juga memainkan peran penting dalam memicu kemarau basah. Dalam kondisi normal, curah hujan selama musim kemarau seharusnya kurang dari 50 mm per dasarian. Namun, kemarau basah menyebabkan kelembaban udara tetap tinggi, cuaca menjadi sulit diprediksi, dan aktivitas pertanian terganggu.

Dampak dan Tanda-tanda Kemarau Basah

Kemarau basah memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan pertanian. Kondisi ini dapat menyebabkan:

  • Kelembaban udara yang tinggi
  • Langit yang sering berawan
  • Sungai yang tidak mengalami kekeringan
  • Tanaman yang tetap tumbuh subur meskipun jarang disiram

Dr. Rini menjelaskan bahwa kemarau basah bukanlah fenomena baru. Pada tahun 2020, Indonesia juga mengalami kemarau basah akibat pengaruh La Nina, yang menyebabkan curah hujan tinggi di wilayah seperti Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Papua. Data menunjukkan adanya anomali positif curah hujan yang signifikan, di mana curah hujan melebihi ambang batas normal musim kemarau. Fenomena serupa juga terjadi pada tahun 2022 dan 2024, dengan La Nina sebagai faktor utama.

Dr. Rini menekankan bahwa perubahan iklim global semakin mempengaruhi pola cuaca dan meningkatkan frekuensi kejadian kemarau basah di Indonesia. Kondisi ini menuntut adanya upaya adaptasi dan mitigasi untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap sektor pertanian, lingkungan, dan masyarakat.