Pir-Piran: Semarak Perayaan Idul Adha Ala Pamekasan dengan Delman Mewah dan Gemerlap Perhiasan

Tradisi Pir-piran, sebuah perayaan unik yang diwariskan secara turun temurun di Pamekasan, Madura, kembali menghidupkan suasana Idul Adha. Jalanan yang menghubungkan Desa Bandaran dan Desa Tanjung, Sampang, berubah menjadi panggung meriah dengan iring-iringan delman yang didekorasi sedemikian rupa.

Delman-delman ini bukan sekadar alat transportasi. Kuda-kuda penarik kereta dihias dengan ornamen warna-warni, bergerak perlahan seolah menari mengikuti alunan musik yang mengiringi. Di dalam delman, penumpang berdandan mencolok dengan pakaian terbaik dan perhiasan yang berkilauan. Bahkan, untuk sekali jalan, tarif delman bisa mencapai Rp 150 ribu.

Sorak sorai dan lambaian tangan dengan perhiasan mewarnai suasana. Warga saling menyapa, mempererat tali silaturahmi. Sementara itu, kelompok warga lainnya berkumpul, bersalaman, dan berbagi kebahagiaan.

Menurut Asmad, seorang warga Desa Bandaran, tradisi Pir-piran dirayakan tidak hanya saat Idul Adha, tetapi juga saat Idul Fitri dan Lebaran Ketupat. Tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun ini menjadi simbol silaturahmi antarwarga dua desa. Dahulu, delman-delman yang dihias berkeliling di perbatasan desa dengan pengeras suara tradisional. Kini, tradisi ini berkembang dengan penggunaan pengeras suara modern dan menjadi ajang hiburan selain silaturahmi.

Tradisi ini juga berdampak pada aktivitas warga. Selama perayaan berlangsung, masyarakat setempat memilih untuk tidak melaut. Perayaan Pir-piran berlangsung selama dua hari saat Idul Adha dan Idul Fitri, serta satu hari pada hari ketujuh setelah Idul Fitri.

Sulastri, warga Desa Bandaran, mengungkapkan bahwa momen Pir-piran selalu dinantikan. Tradisi ini mendorong warga untuk saling mengunjungi keluarga. Bagi kaum perempuan, momen ini menjadi ajang untuk memamerkan perhiasan, bukan sebagai kesombongan, melainkan sebagai kebanggaan di antara saudara.

Kemeriahan Pir-piran biasanya berlangsung dari pukul 14.30 hingga 19.00 WIB. Setiap tahun, tradisi ini memerlukan penanganan khusus untuk mengurai kemacetan yang terjadi akibat antusiasme warga.