Kualitas BBM di Indonesia: Tantangan Implementasi Standar Euro 4 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Masyarakat

Kualitas BBM di Indonesia: Tantangan Implementasi Standar Euro 4 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Masyarakat

Kasus-kasus terkini yang berkaitan dengan tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia kembali menyoroti perlunya perbaikan menyeluruh dalam sistem distribusi dan peningkatan kualitas BBM. Ketimpangan kualitas BBM di Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya menjadi perhatian serius. Indonesia saat ini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum sepenuhnya menerapkan standar emisi Euro 4, sementara negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah lebih dulu mengadopsi standar tersebut. Hal ini menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Data dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menunjukkan bahwa Pertalite, yang masih banyak digunakan, mengandung sulfur 500 ppm, dan Pertamax 400 ppm. Angka ini jauh di atas standar Euro 4 yang hanya sebesar 50 ppm. Kondisi ini diperparah dengan laporan Vital Strategies yang menunjukkan bahwa kandungan sulfur tinggi dalam BBM berkontribusi pada peningkatan polusi udara melalui emisi sulfur dioksida (SO2) dan partikel halus (PM2.5). Emisi ini terbukti berbahaya bagi kesehatan, meningkatkan risiko penyakit paru-paru, jantung, dan bahkan kematian dini. Novita Natalia, Co-Founder Bicara Udara (Yayasan Udara Anak Bangsa), menekankan pentingnya menjadikan permasalahan ini sebagai momentum untuk melakukan perubahan signifikan dalam pengelolaan BBM di Indonesia. Ia menyerukan percepatan implementasi standar Euro 4, bahkan Euro 6, untuk semua jenis BBM guna mengurangi dampak pencemaran udara dan melindungi kesehatan masyarakat.

Pemerintah memiliki landasan hukum yang cukup untuk melaksanakan hal tersebut. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, serta Keputusan Dirjen Migas Nomor 146.K/10/DJM/2020 mengenai standar dan spesifikasi BBM jenis solar, telah mengatur standar Euro 4. Namun, implementasinya masih terkendala. Hanya beberapa jenis BBM, seperti Pertadex 53, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo 98, yang telah memenuhi standar tersebut. Keputusan Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada Oktober 2022 juga seharusnya menjadi dorongan hukum bagi pemerintah untuk mempercepat kebijakan pengendalian pencemaran udara.

Bicara Udara juga mendesak peningkatan transparansi dalam pengelolaan BBM. Publik berhak mengetahui kualitas BBM yang mereka konsumsi dan dampak lingkungan dari penggunaan BBM tersebut. Keterbukaan data akan mendorong akuntabilitas dan mendorong perbaikan sistem. Perbaikan kualitas BBM bukan hanya soal regulasi, tetapi juga implementasi yang efektif dan pengawasan yang ketat. Keberhasilan implementasi standar Euro 4 dan upaya peningkatan kualitas BBM secara menyeluruh akan berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan Indonesia. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas dan segera untuk mengatasi permasalahan ini sebelum dampak negatifnya semakin meluas.

Langkah-langkah yang perlu diambil pemerintah:

  • Segera menetapkan dan menerapkan standar Euro 4 atau bahkan Euro 6 untuk semua jenis BBM.
  • Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan BBM dan membuka akses data publik mengenai kualitas dan dampak lingkungan BBM.
  • Menerapkan pengawasan yang ketat terhadap kualitas BBM yang beredar di pasaran.
  • Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya penggunaan BBM ramah lingkungan.
  • Memberikan insentif bagi industri dan masyarakat yang beralih ke penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.