DPR RI Soroti Vonis Ringan Korupsi APD, Desak KY dan MA Lakukan Investigasi

Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, menyampaikan keprihatinannya atas vonis ringan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19. Ia mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

Desakan ini muncul sebagai respons atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dinilai tidak sepadan dengan kerugian negara yang mencapai ratusan miliar rupiah. Salah satu contoh yang disoroti adalah vonis tiga tahun penjara yang dijatuhkan kepada mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Budy Sylviana, padahal kerugian negara akibat perbuatannya mencapai Rp 319 miliar.

"Kalau hanya seperti itu hakimnya juga diperiksa itu," tegas Hasbiallah usai menghadiri diskusi publik di Jakarta, menekankan perlunya pengawasan terhadap kinerja hakim, khususnya dalam kasus-kasus korupsi yang berdampak besar pada masyarakat.

Hasbiallah berpendapat bahwa kasus korupsi APD Covid-19 seharusnya mendapatkan perhatian khusus karena terjadi di tengah situasi pandemi yang genting. Ia menilai hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku harus lebih berat dibandingkan kasus korupsi biasa, mengingat dampak negatifnya yang sangat luas.

"Korupsi Covid-19 itu menurut saya korupsi yang merusak soal nyawa ini. Bukan hanya soal merugikan keuangan tapi soal nyawa. Itu harus dihukum dengan seberat-beratnya," ujarnya dengan nada geram.

Kasus korupsi pengadaan APD Covid-19 ini menjerat sejumlah pejabat dan pengusaha. Selain Budi Sylvana, dua terdakwa lain, yaitu Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik, juga telah divonis oleh majelis hakim.

Satrio Wibowo divonis 11 tahun dan enam bulan penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 319,6 miliar. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 59,9 miliar.

Sementara itu, Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar serta uang pengganti sebesar Rp 224,1 miliar.

Vonis ringan yang dijatuhkan kepada Budi Sylvana inilah yang kemudian memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR. Mereka menilai putusan tersebut tidak memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat yang terdampak pandemi.

DPR mendesak agar KY dan MA bertindak cepat untuk melakukan investigasi terhadap majelis hakim yang menangani kasus ini. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses peradilan berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.

Berikut adalah rincian vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa:

  • Budi Sylvana (Mantan Pejabat Kemenkes): 3 tahun penjara, denda Rp 100 juta (subsider 2 bulan kurungan).
  • Satrio Wibowo (Dirut PT EKI): 11 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar (subsider 4 bulan kurungan), uang pengganti Rp 59,9 miliar.
  • Ahmad Taufik (Dirut PT PPM): 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar (subsider 4 bulan kurungan), uang pengganti Rp 224,1 miliar.