Arab Saudi: Dari Titik Terendah hingga Pusat Mediasi Konflik Global

Arab Saudi: Dari Titik Terendah hingga Pusat Mediasi Konflik Global

Perubahan signifikan terlihat dalam peran Arab Saudi di panggung internasional. Setelah periode isolasi yang mencapai titik terendah pasca pembunuhan Jamal Khashoggi pada 2018, kerajaan kaya minyak ini kini menjelma menjadi mediator kunci dalam berbagai konflik global yang pelik. Hal ini ditandai dengan serangkaian pertemuan tingkat tinggi yang melibatkan para pemimpin dunia, yang menjadikan Riyadh sebagai pusat diplomasi internasional.

Salah satu contoh yang menonjol adalah pertemuan antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada 10 Maret. Pertemuan ini menjadi momentum penting menjelang dialog antara delegasi Ukraina dan Amerika Serikat pada 11 Maret untuk membahas penyelesaian konflik dengan Rusia. Pilihan Arab Saudi sebagai tempat pertemuan, bukan negara Eropa misalnya, menggarisbawahi posisi strategis kerajaan tersebut di Timur Tengah dan pengaruhnya yang semakin meningkat dalam politik global. Para analis politik melihat upaya Arab Saudi untuk membangun citra sebagai mediator netral yang mampu menjaga komunikasi terbuka dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik.

Keberhasilan Arab Saudi dalam memfasilitasi pertukaran tahanan antara Rusia dan AS pada 2024 serta pertemuan antara pejabat AS dan Rusia pada pertengahan Februari lalu semakin mengukuhkan posisinya sebagai aktor penting dalam diplomasi internasional. Riyadh juga berperan aktif dalam mediasi konflik di Sudan dan perundingan mengenai masa depan Palestina di Gaza. Para ahli mencatat peran Arab Saudi sebagai titik temu penting bagi berbagai negosiasi di Timur Tengah, mulai dari isu Palestina, Suriah, hingga Lebanon. Semua ini menunjukkan pergeseran signifikan dalam kebijakan luar negeri Arab Saudi yang kini fokus pada diplomasi dan penyelesaian konflik.

Namun, peran mediasi Arab Saudi ini juga diinterpretasikan sebagai strategi untuk memperbaiki citra internasional yang ternoda. Dengan terlibat aktif dalam penyelesaian konflik, Arab Saudi berupaya mengalihkan perhatian dari catatan hak asasi manusianya yang buruk. Para pengamat politik berpendapat bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman memanfaatkan posisi ini untuk meningkatkan pengaruh Arab Saudi dan meraih konsesi dari pihak-pihak tertentu, khususnya Amerika Serikat, terkait isu Palestina dan normalisasi hubungan dengan Israel.

Hubungan dengan Amerika Serikat menjadi kunci dalam strategi Arab Saudi. Kunjungan kenegaraan Presiden Trump ke Arab Saudi pada awal masa jabatannya dan rencana investasi besar-besaran dari Arab Saudi ke AS menunjukkan hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Arab Saudi membutuhkan dukungan AS untuk mengamankan model bisnis ekonominya yang sedang bergeser, sementara AS melihat Arab Saudi sebagai mitra strategis penting di Timur Tengah. Kendati demikian, peran Arab Saudi sebagai mediator tidak serta merta bermakna intervensi aktif dalam menyelesaikan konflik. Tujuan utama tetaplah memudahkan jalur komunikasi dan membuka peluang untuk kerja sama ekonomi dengan Amerika Serikat.

Terlepas dari pertimbangan politik dan ekonomi, peran baru Arab Saudi sebagai mediator konflik global menghadirkan dinamika baru dalam tata dunia. Keberhasilannya hingga kini patut diamati dan dikaji lebih lanjut, khususnya bagaimana Arab Saudi dapat menyeimbangkan ambisi ekonomi dan politiknya dengan komitmennya dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia.

  • Pertemuan antara Zelenskyy dan Putra Mahkota MBS
  • Mediasi konflik Ukraina-Rusia
  • Pertemuan delegasi Ukraina dan AS di Arab Saudi
  • Peran Arab Saudi dalam pertukaran tahanan Rusia-AS
  • Mediasi konflik di Sudan dan Palestina
  • Hubungan Arab Saudi-AS dan investasi
  • Citra Arab Saudi di mata internasional
  • Normalisasi hubungan Arab Saudi-Israel