UGM: Waspada Varian MB.1.1 COVID-19 yang Mendominasi Indonesia, Kenali Gejalanya

Gelombang baru COVID-19 melanda beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Thailand, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong, memicu kewaspadaan global, termasuk di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI mencatat peningkatan kasus COVID-19, dengan tujuh kasus baru dilaporkan antara 25 dan 31 Mei 2025, sehingga total kasus di Indonesia mencapai 72 kasus pada tahun 2025.

Prof. Tri Wibawa, seorang ahli mikrobiologi klinis dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, menyoroti pentingnya kewaspadaan, tetapi menekankan bahwa peningkatan kasus di negara tetangga tidak serta merta berarti lonjakan serupa akan terjadi di Indonesia.

"Belajar dari penyebaran cepat dan luas selama pandemi, persiapan adalah kunci," kata Prof. Wibawa.

Prof. Wibawa menjelaskan bahwa tingkat penularan di Indonesia saat ini relatif rendah karena varian yang dominan berbeda dengan yang beredar di negara-negara tetangga. Thailand didominasi oleh varian XEC dan JN.1. Singapura menghadapi varian LF.7 dan NB.1.8, turunan dari JN.1, sedangkan Malaysia juga mengalami dominasi varian XEC.

Namun, Indonesia kini didominasi oleh varian MB.1.1, yang belum ditetapkan sebagai Variant of Interest (VOI) atau Variant Under Monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Informasi tentang MB.1.1 masih terbatas, tetapi gejala yang diamati sejauh ini mirip dengan varian Omicron lainnya.

Gejala umum meliputi:

  • Demam
  • Pusing
  • Batuk
  • Sakit tenggorokan
  • Mual dan muntah
  • Nyeri sendi

Meskipun jumlah kasus masih rendah dan gejala umumnya ringan, Prof. Wibawa menekankan pentingnya untuk tidak lengah. Ia menyarankan langkah-langkah pencegahan seperti:

  • Menjaga kebersihan diri
  • Menerapkan pola hidup sehat
  • Mengkonsumsi makanan bergizi
  • Cukup istirahat

Prof. Wibawa juga menyarankan penggunaan masker saat mengalami gejala flu dan menghindari keramaian saat kondisi tubuh tidak prima. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk mendapatkan informasi hanya dari sumber yang terpercaya, termasuk pemerintah dan lembaga kesehatan yang kredibel.

"Pengalaman dan pengetahuan yang kita peroleh selama pandemi akan membantu kita bertahan," pungkasnya.