Menteng: Jejak Sejarah Kawasan Elit Jakarta dan Hunian Para Pemimpin
Jakarta, sebagai pusat pemerintahan dan bisnis Indonesia, menyimpan banyak kawasan bersejarah yang menjadi saksi bisu perkembangan kota. Salah satunya adalah Menteng, sebuah wilayah yang sejak era kolonial Belanda telah dikenal sebagai kawasan elit dan menjadi pilihan hunian bagi para pejabat tinggi negara.
Sejarah Menteng tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia (Kota Tua) ke Weltevreden (Lapangan Banteng). Perpindahan ini mendorong kebutuhan akan hunian yang layak dan strategis bagi para pejabat kolonial. Menteng kemudian dipilih dan dirancang khusus sebagai kawasan perumahan mewah yang asri dan nyaman. Sejarawan Asep Kambali menjelaskan bahwa Menteng sengaja dijadikan kawasan terindah dan tersejuk untuk memenuhi kebutuhan pemukiman, terutama bagi para pejabat Belanda.
Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan NV de Bouwploeg, melakukan pembelian tanah-tanah partikelir di kawasan Menteng dan Gondangdia untuk pembangunan perumahan. Komisi Pengawasan Pengurusan Tanah Menteng dibentuk untuk merencanakan dan membangun Nieuw Gondangdia (Menteng). Tokoh penting dalam pengembangan Menteng adalah PAJ Moojen, pendiri NV De Bouwploeg, yang mengajukan rancangan desain kota hunian pada tahun 1910. Rancangan ini kemudian disetujui pada tahun 1912, meskipun kemudian disempurnakan oleh FJ Kubatz karena dianggap kurang praktis.
Seiring berjalannya waktu, Menteng terus berkembang dan menjadi kawasan hunian prestisius. Tidak hanya pejabat pemerintah kolonial, tetapi juga para menteri, pejabat negara, hingga kepala lembaga memilih Menteng sebagai tempat tinggal. Bahkan, rumah dinas Gubernur DKI Jakarta dan Panglima TNI juga terletak di kawasan ini. Selain itu, Menteng juga menjadi lokasi rumah dinas duta besar dari berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Mesir, dan India, semakin menegaskan statusnya sebagai kawasan diplomatik dan pemerintahan.
Namun, perkembangan Menteng sempat mengalami perlambatan pada masa penjajahan Jepang hingga tahun 1949. Pembangunan rumah-rumah besar tidak begitu banyak dilakukan pada periode ini. Baru setelah tahun 1950, pembangunan kembali menggeliat dan Menteng kembali menjadi incaran sebagai lokasi hunian mewah.
Pada awalnya, Menteng dikenal sebagai kawasan permukiman yang tenang dan asri hingga akhir tahun 1960-an. Akan tetapi, perubahan mulai terasa pada awal tahun 1970-an dengan semakin ramainya lalu lintas yang melintasi kawasan ini. Akibatnya, banyak penduduk Menteng yang memilih pindah ke daerah lain, sementara kegiatan bisnis mulai masuk dan mengubah karakter kawasan ini.
Perubahan lainnya adalah banyaknya pendatang baru yang membongkar rumah-rumah lama dan membangun bangunan dengan gaya yang berbeda, sehingga tidak sesuai dengan gaya arsitektur awal Menteng yang dirancang dengan pertimbangan matang. Meskipun demikian, Menteng tetap menjadi kawasan elit dengan harga tanah yang sangat tinggi di Jakarta. Menurut Martin Samuel Hutapea dari PT Leads Property Services Indonesia, hal ini disebabkan oleh sejarah Menteng yang sejak awal dibangun secara eksklusif untuk komunitas pebisnis dan pejabat pemerintah.
Kawasan Menteng terus mempertahankan daya tariknya sebagai hunian eksklusif dan lokasi strategis di jantung Jakarta. Sejarah panjangnya sebagai kawasan yang dirancang khusus untuk para pemimpin dan tokoh penting, serta kualitas lingkungannya yang terjaga, menjadi faktor utama yang membuat Menteng tetap menjadi pilihan utama bagi mereka yang mencari hunian prestisius di ibu kota.