Polemik Izin Tambang Nikel di Raja Ampat: Siapa Pemilik Konsesi Terluas?

Kontroversi Tambang Nikel di Raja Ampat: Fakta dan Polemik

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini memberikan penjelasan terkait penerbitan izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023. Undang-undang dan putusan MK tersebut melarang aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau dengan luas kurang dari 2.000 kilometer persegi, karena berpotensi menyebabkan sedimentasi dan kerusakan hutan.

PT Gag Nikel: Penguasa Lahan Terluas

Menurut data Kementerian ESDM, PT Gag Nikel menjadi pemegang konsesi tambang nikel terluas di Raja Ampat. Perusahaan ini memegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah mencapai 13.136 hektare di Pulau Gag. SK Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 memberikan izin operasi produksi kepada PT Gag Nikel hingga 30 November 2047. Izin ini diterbitkan pada era Menteri ESDM Ignasius Jonan. PT Gag Nikel juga telah memiliki dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sejak 2014, serta Adendum AMDAL yang diperbarui pada 2022 dan tahun lalu. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) diterbitkan pada 2015 dan 2018, diikuti dengan Penataan Areal Kerja (PAK) pada 2020.

Saat ini, total lahan yang dibuka untuk pertambangan mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare telah direklamasi. PT Gag Nikel masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO) sebelum membuang air limbah.

Selain PT Gag Nikel, terdapat empat perusahaan lain yang memiliki izin tambang nikel di Raja Ampat, namun dengan luas konsesi yang jauh lebih kecil. PT Anugerah Surya Pratama (ASP), perusahaan PMA asal China, memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran. Tiga perusahaan lainnya adalah PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP seluas 2.193 hektare, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP seluas 5.922 hektare, dan PT Nurham dengan wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo. Izin ketiga perusahaan terakhir ini diterbitkan oleh pemerintah daerah, yaitu Bupati Raja Ampat.

Jejak Rekam PT Gag Nikel

PT Gag Nikel memiliki wilayah tambang terluas dibandingkan perusahaan lainnya. Saham perusahaan ini dikuasai oleh PT Antam Tbk, yang sebelumnya merupakan BUMN dan kini seluruh sahamnya dialihkan ke MIND ID, holding BUMN pertambangan. PT Gag Nikel memegang kontrak karya sejak 1998. Awalnya, saham PT Gag Nikel dimiliki oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd (75%) dan PT Antam Tbk (25%). Namun, sejak 2008, Antam mengakuisisi seluruh saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd, sehingga PT Gag Nikel sepenuhnya dikendalikan oleh Antam. Kontrak karya PT Gag Nikel terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI) dengan nomor akta perizinan 430.K/30/DJB/2017.

Data per 31 Desember 2018 menunjukkan total cadangan nikel PT Gag Nikel mencapai 47,76 juta wet metric ton (wmt), terdiri dari 39,54 juta wmt bijih nikel saprolit dan 8,22 juta wmt bijih nikel limonit. Total sumber daya nikel PT Gag Nikel mencapai 314,44 juta wmt, terdiri dari 160,08 juta wmt bijih nikel saprolit dan 154,36 juta wmt limonit.

Skala tambang PT Gag Nikel di Pulau Gag sangat besar, dengan fasilitas lengkap termasuk rumah tinggal karyawan, dermaga, dan landasan udara sepanjang 1.500 meter.

Klaim Pemerintah: Tambang Nikel Tidak Bermasalah

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengklaim bahwa tambang nikel di Raja Ampat tidak bermasalah. Ia menanggapi tudingan pelanggaran UU Nomor 27 Tahun 2007 dan putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang tambang di pulau-pulau kecil dan pesisir. Tri menjelaskan bahwa PT Gag Nikel beroperasi di bawah skema Kontrak Karya dan dikecualikan dari larangan aktivitas di hutan lindung berdasarkan Undang-Undang Kehutanan. Izin tambang yang sudah diberikan tidak akan mengalami perubahan tata ruang berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Tri juga menyatakan bahwa luas lahan yang dibuka untuk pertambangan nikel di Pulau Gag tidak terlalu besar, dan sebagian lahan bekas tambang sudah direklamasi. Selain itu, berdasarkan pantauan Kementerian ESDM dari helikopter, tidak terlihat sedimentasi di area pesisir. Oleh karena itu, pemerintah menilai aktivitas tambang nikel PT Gag tidak bermasalah.