Harmoni Alam dan Kearifan Lokal: Model Pembangunan Berkelanjutan di Raja Ampat

Raja Ampat: Menjaga Keseimbangan Alam dan Manfaat Ekonomi Tanpa Eksploitasi Tambang

Masyarakat adat di Raja Ampat telah lama memegang teguh filosofi bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Warisan leluhur mengajarkan mereka untuk menjaga kelestarian alam sebagai kunci keberlangsungan hidup dan peradaban. Prinsip ini kontras dengan model pembangunan modern yang seringkali mengutamakan eksploitasi sumber daya alam melalui pertambangan, yang berpotensi merusak keseimbangan ekosistem.

Kearifan Lokal Sebagai Pilar Konservasi

Di Raja Ampat, laut bukan hanya sumber mata pencaharian, tetapi juga bagian integral dari identitas budaya. Beberapa wilayah laut dianggap sakral dan dilindungi dengan aturan adat yang ketat. Nurdina Prasetyo dalam disertasinya (2019) menjelaskan bahwa kawasan sakral seperti Yellu, Tomolol, dan Fafanlap di Misool diyakini dijaga oleh arwah yang menghormati hak-hak penguasa alam, sehingga manusia harus menjaga alam dengan tidak mengganggunya.

Pantangan adat menjadi norma yang mengatur kehidupan masyarakat Raja Ampat, mengikat individu dan marga untuk menghormati alam. Beberapa biota laut dianggap sakral berdasarkan pengalaman spiritual dan petuah dari tokoh adat, menjadi bagian dari sistem kepercayaan totemisme.

Sasi: Tradisi Konservasi Berbasis Masyarakat

Salah satu praktik kearifan lokal yang paling terkenal di Raja Ampat adalah sasi. Tradisi ini, yang telah ada sejak abad ke-15 pada masa Kesultanan Tidore, merupakan mekanisme untuk menjaga harmoni antara manusia dan alam. Sasi melibatkan serangkaian larangan dan pantangan yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam tertentu, pada waktu dan tempat tertentu.

Masyarakat adat di Misool, seperti di kampung Kapatcol, Aduwei, dan Salafen, melarang pengambilan biota laut di wilayah perairan tertentu dalam jangka waktu tertentu, biasanya antara enam bulan hingga satu tahun. Selama masa sasi, nelayan masih diperbolehkan menangkap ikan untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi biota seperti teripang, lobster, dan kerang hanya boleh diambil saat sasi dibuka, biasanya hanya beberapa hari saja.

Pelanggaran terhadap sasi diyakini akan mendatangkan malapetaka. Pelanggar dapat terkena penyakit atau kutukan adat, sementara pengabaian sasi dapat menyebabkan bencana alam yang mengancam kehidupan masyarakat. Dukungan dari tokoh adat dan tokoh agama memastikan kepatuhan masyarakat terhadap aturan sasi.

Kebangkitan Sasi dan Dampak Positif

Kelompok perempuan Waifuna di kampung Kapatcol telah berhasil menghidupkan kembali tradisi sasi setelah mengalami kemunduran. Melalui upaya kolaboratif dengan LSM konservasi, sasi kembali diterapkan dan terbukti meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil panen saat pembukaan sasi memiliki nilai ekonomi tinggi di pelelangan. Keberhasilan ini menginspirasi desa-desa lain di Misool untuk mengadopsi kembali sasi sebagai bagian dari upaya konservasi Raja Ampat. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat juga terus memetakan kawasan sasi sebagai bagian dari konservasi berbasis pengetahuan tradisional.

Pariwisata dan Ancaman Industri Ekstraktif

Keindahan alam dan praktik tradisional Raja Ampat menarik wisatawan dari seluruh dunia. Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat mencatat peningkatan kunjungan wisatawan sebesar 61 persen pada tahun 2024. Raja Ampat bahkan ditetapkan sebagai destinasi wisata prioritas oleh Kementerian Pariwisata. Pariwisata memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal melalui usaha kecil dan menengah seperti penginapan dan penjualan cendera mata. Namun, industri pariwisata juga menimbulkan dilema ekologis, seperti pembangunan infrastruktur yang mengabaikan kelestarian alam.

Selain itu, kekayaan alam Raja Ampat juga menjadi target industri ekstraktif yang tidak berkelanjutan. Setidaknya empat perusahaan nikel beroperasi di pulau-pulau kecil Raja Ampat, merusak ekosistem hutan dan laut yang vital bagi masyarakat. Kerusakan lingkungan ini memicu gelombang protes dari berbagai lapisan masyarakat yang menuntut pelibatan masyarakat adat dalam kebijakan lingkungan untuk melindungi alam sekitar mereka.

Dengan menjaga tradisi sasi masyarakat adat Raja Ampat membuktikan bahwa keuntungan ekonomi bisa didapatkan tanpa merusak alam.