Keterbatasan Ruang Tenda, Sejumlah Jemaah Haji Indonesia Wukuf di Tenda Cadangan

Ibadah wukuf di Arafah, salah satu rukun utama dalam ibadah haji, diwarnai dengan tantangan penempatan bagi sebagian jemaah haji Indonesia. Keterbatasan ruang di tenda yang seharusnya menjadi tempat mereka beristirahat dan beribadah memaksa sebagian jemaah untuk ditempatkan di tenda misi haji Indonesia dan bahkan tenda cadangan yang disediakan oleh Kerajaan Arab Saudi. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah memberikan penjelasan terkait permasalahan ini.

Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami oleh para jemaah. Beliau menjelaskan bahwa permasalahan penempatan ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kendala teknis hingga dinamika sosial dan kultural di lapangan. Meskipun beberapa tenda masih memiliki kapasitas yang belum terisi penuh, distribusi jemaah secara merata menjadi terhambat.

Faktor Penyebab Keterlambatan Penempatan

Beberapa faktor yang menjadi penyebab permasalahan ini antara lain:

  • Distribusi yang Tidak Merata: Meskipun ada tenda yang masih memiliki ruang, jemaah dari kelompok atau markaz lain kesulitan untuk mengaksesnya.
  • Perpindahan Mandiri Jemaah: Jemaah yang berpindah hotel secara mandiri menyebabkan ketidaksesuaian data dan mempersulit penempatan di Arafah. Sistem keberangkatan yang berbasis hotel, bukan markaz, juga menyebabkan tenda-tenda tertentu terisi lebih cepat.
  • Keterbatasan Petugas: Jumlah petugas yang bertugas di Arafah tidak sebanding dengan jumlah jemaah yang harus dilayani. Petugas harus melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz, sehingga pengaturan penempatan menjadi sulit dan banyak petugas yang kelelahan.
  • Perpindahan Tenda Sepihak: Beberapa jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal, sehingga jemaah yang seharusnya menempati tenda tersebut tidak dapat masuk.

Dampak dan Solusi

Situasi ini berdampak pada distribusi konsumsi jemaah. Distribusi makanan menjadi tidak tepat waktu karena data distribusi tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Untuk mengatasi masalah ini, PPIH melakukan beberapa langkah:

  • Memasukkan jemaah ke tenda yang masih sepi.
  • Menggunakan tenda cadangan.
  • Menggunakan tenda misi haji.
  • Melobi pihak syarikah untuk menyiapkan tambahan tenda.
  • Memanfaatkan tenda utama Misi Haji Indonesia untuk menampung jemaah yang terdampak overcapacity.

Bahkan, beberapa petugas rela wukuf di luar tenda sambil memegang payung agar jemaah di dalam tenda memiliki ruang yang lebih luas. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga melakukan lobi dengan pihak Arab Saudi sehingga sekitar 2.000 jemaah dapat ditempatkan di tenda cadangan resmi. Upaya-upaya ini membuahkan hasil, dan saat puncak wukuf, seluruh jemaah dapat melaksanakan ibadah dengan tenang dan khusyuk.

Layanan di Mina

PPIH juga memberikan layanan kepada jemaah di Mina hingga 13 Zulhijah. Layanan ini mencakup penyediaan tenda dan konsumsi, baik bagi jemaah yang mengambil nafar awal (meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijah) maupun nafar tsani (meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah). Jemaah diberikan kebebasan untuk memilih nafar awal atau nafar tsani, dan PPIH akan terus memberikan pelayanan hingga fase akhir mabit di Mina.