Larangan Puasa di Hari Tasyrik: Mengupas Tuntas Makna dan Keutamaannya dalam Islam

Hari Tasyrik, yang jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah, memiliki tempat istimewa dalam tradisi Islam. Tiga hari ini langsung menyusul Hari Raya Idul Adha, menandai kelanjutan perayaan dan ibadah yang terkait dengan kurban. Bagi umat Muslim yang menunaikan ibadah haji, Hari Tasyrik menjadi waktu penting untuk menyelesaikan rangkaian amalan di Mina, termasuk melempar jumrah.

Namun, di tengah kemeriahan Idul Adha dan pelaksanaan ibadah haji, muncul pertanyaan penting mengenai puasa di Hari Tasyrik. Secara tegas, syariat Islam melarang umatnya untuk berpuasa pada hari-hari tersebut. Larangan ini memiliki dasar yang kuat dalam hadis Nabi Muhammad SAW, yang menekankan bahwa Hari Tasyrik adalah hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah SWT. Larangan berpuasa ini bertujuan agar umat Islam dapat sepenuhnya menikmati hidangan dari hewan kurban yang telah disembelih, sebagai wujud syukur atas nikmat yang diberikan.

Larangan Berpuasa dan Anjuran Menikmati Hidangan Kurban

Rasulullah SAW secara eksplisit melarang umat Islam berpuasa pada Hari Tasyrik. Perintah ini bahkan diserukan di Mina, mengingatkan jemaah haji dan seluruh umat Muslim untuk tidak berpuasa pada hari-hari tersebut. Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW bersabda bahwa Hari Tasyrik adalah waktu untuk makan, minum, dan mengingat Allah SWT. Larangan ini dikecualikan bagi mereka yang tidak mampu berkurban, sebagai bentuk keringanan.

Makna dan Asal Usul Nama "Tasyrik"

Istilah "Tasyrik" sendiri memiliki beberapa interpretasi. Salah satunya merujuk pada tradisi menjemur daging kurban, sebagai upaya mengawetkan dan memanfaatkan hasil sembelihan. Pendapat lain menghubungkan kata "Tasyrik" dengan waktu penyembelihan hewan kurban yang dilakukan setelah matahari terbit (syuruq). Ada juga yang mengaitkannya dengan pelaksanaan salat Idul Adha yang dilakukan setelah matahari terbit.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa penamaan "Tasyrik" berkaitan dengan kegiatan menjemur daging kurban di bawah sinar matahari. Beliau juga menekankan bahwa Hari Tasyrik adalah waktu untuk memperbanyak dzikir, termasuk bertakbir, sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT.

Keistimewaan dan Kemuliaan Hari Tasyrik

Hari Tasyrik memiliki keistimewaan tersendiri dalam Islam. Salah satu keutamaannya adalah sebagai hari yang paling mulia di sisi Allah SWT setelah Hari Raya Idul Adha. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang menyatakan bahwa hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari kurban (Idul Adha), kemudian hari al-qarr (hari setelah Idul Adha).

Dengan demikian, Hari Tasyrik merupakan bagian integral dari perayaan Idul Adha yang menekankan kebahagiaan, berbagi, dan rasa syukur. Larangan berpuasa pada hari-hari tersebut menjadi pengingat bagi umat Islam untuk menikmati nikmat Allah SWT dan merayakan hari raya dengan penuh sukacita.

Amalan yang Dianjurkan Selama Hari Tasyrik:

  • Memperbanyak dzikir dan takbir.
  • Menikmati hidangan dari daging kurban.
  • Bersilaturahmi dan berbagi kebahagiaan dengan keluarga dan kerabat.
  • Melaksanakan amalan-amalan baik lainnya.

Dengan memahami makna dan keutamaan Hari Tasyrik, umat Islam dapat menghayati dan merayakan Idul Adha dengan lebih bermakna, serta meningkatkan rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.