Kontroversi Tangki Air 10 Juta Liter di Depok: Warga Tolak, Wawalkot Lakukan Inspeksi Lapangan

Kontroversi Tangki Air 10 Juta Liter di Depok: Warga Tolak, Wawalkot Lakukan Inspeksi Lapangan

Keberadaan tangki air berkapasitas 10 juta liter di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, menimbulkan polemik antara warga dan pemerintah setempat. Wakil Wali Kota Depok, Chandra Rahmansyah, langsung turun ke lokasi untuk meninjau tangki air yang dilaporkan miring dan berpotensi membahayakan warga RW 26, Mekarjaya, Perumahan Pesona Depok Estate II. Kunjungan Wawalkot tersebut diwarnai demonstrasi warga yang menolak keberadaan tangki air raksasa tersebut sejak awal pembangunan.

Setibanya di lokasi, Wawalkot Chandra disambut dengan aksi unjuk rasa warga yang menyuarakan penolakan keras terhadap proyek tersebut. Spanduk dan teriakan “Tolak water tank!” menggema di lokasi. Perwakilan warga menyerahkan pernyataan sikap tertulis kepada Wawalkot, mengungkapkan kekhawatiran akan keselamatan dan keamanan mereka akibat posisi tangki yang miring dan diduga dibangun tanpa izin serta tanpa melibatkan partisipasi warga dalam proses perencanaan dan pembangunan. Warga menekankan bahwa penolakan telah disuarakan sejak tahap perencanaan proyek, namun pembangunan tetap berjalan. Mereka juga mempertanyakan keabsahan izin mendirikan bangunan (IMB), mengingat sejumlah pihak menyatakan ketua RW setempat yang menandatangani dokumen izin tidak memiliki legitimasi.

Wawalkot Chandra, yang didampingi oleh sejumlah kepala dinas terkait, menanggapi protes warga tersebut. Ia mendengarkan langsung keluhan warga yang merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan dan pembangunan, termasuk Camat Pancoran Mas dan Lurah Mekarjaya yang kehadirannya disambut dengan protes keras dari warga. Wawalkot mengakui bahwa ia belum pernah melihat kondisi tangki air dari dekat dan menyatakan keinginannya untuk memeriksa langsung kondisi tangki yang diklaim miring. Ia kemudian mengajak warga untuk bersama-sama melakukan pengecekan kondisi tangki air tersebut.

Didik J Rachbini, perwakilan warga RW 26, memberikan keterangan tertulis yang menjelaskan bahwa penolakan warga telah berlangsung sejak tahun 2020. Ia menyoroti potensi bahaya dari keberadaan tangki air tersebut dan mengungkapkan adanya analisis teknis dari Universitas Indonesia (UI) yang menemukan berbagai cacat serius dalam desain, jenis tanah, dan konstruksi tangki. Analisis tersebut menyimpulkan perlunya perkuatan struktur, serta keterlibatan warga terdampak untuk menjamin keselamatan dan keamanan. Didik juga menyinggung adanya dugaan korupsi dalam proyek tersebut yang diperkirakan menelan biaya setengah triliun rupiah dan sempat vakum selama 4 tahun karena penolakan warga, kini kembali dilanjutkan dengan kondisi bangunan yang semakin miring. Ia menambahkan bahwa cacat teknis yang ditemukan menyebabkan tanah longsor dan banjir lumpur yang merugikan warga sekitar.

Keberadaan tangki air 10 juta liter ini jelas menimbulkan pertanyaan terkait prosedur perizinan, partisipasi publik, dan aspek keselamatan lingkungan. Kejadian ini mengungkap pentingnya transparansi pemerintah dalam proyek infrastruktur dan perlunya memperhatikan aspirasi dan keselamatan masyarakat dalam setiap pembangunan infrastruktur berskala besar.

Pernyataan Sikap Warga: * Menolak keberadaan tangki air 10 juta liter di dekat permukiman. * Meragukan keabsahan izin pembangunan. * Mengkhawatirkan kondisi tangki yang miring dan berpotensi membahayakan. * Menuntut relokasi tangki air. * Mengajukan pertanyaan terkait transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam proyek ini.