Advokat Gugat UU Mata Uang, Minta Redenominasi Rupiah Hilangkan Tiga Nol

Advokat Ajukan Gugatan Redenominasi Rupiah ke MK

Seorang advokat, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, mengajukan gugatan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan teregister dengan nomor 23/PUU-XXIII/2025 ini mempersoalkan Pasal 5 Ayat 1 Huruf C dan Pasal 5 Ayat 2 Huruf C UU tersebut. Inti gugatannya adalah meminta MK untuk melakukan perubahan nominal mata uang Rupiah 1.000 menjadi Rupiah 1, sebuah langkah redenominasi yang bertujuan untuk menghilangkan tiga angka nol pada pecahan uang Rupiah. Pemohon berpendapat bahwa keberadaan angka nol yang berlebih ini menimbulkan sejumlah permasalahan, baik secara praktis maupun implikasi kesehatan.

Dalam permohonannya, Zico mengajukan argumen yang menyatakan bahwa banyaknya angka nol pada mata uang Rupiah menyebabkan kesulitan bertransaksi dan kelelahan visual. Ia menyebut kondisi ini sebagai digital eye strain, sebuah kondisi yang disebabkan oleh ketegangan otot mata akibat melihat angka nol yang berderet dalam jumlah banyak. Pemohon membandingkan kondisi ini dengan mata uang negara lain, seperti Singapura, yang dianggapnya lebih efisien dan mudah dalam transaksi karena tidak memiliki banyak angka nol. Lebih jauh, Zico juga berpendapat bahwa redenominasi akan meningkatkan persepsi publik terhadap Rupiah di kancah internasional dan menyederhanakan transaksi internasional, sehingga meminimalisir kebingungan saat konversi mata uang asing. Gugatan tersebut secara spesifik meminta MK untuk menyatakan pasal-pasal yang digugat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika diartikan sebagai konversi angka Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Analisis Gugatan dan Dampak Potensial

Gugatan ini menimbulkan sejumlah pertanyaan penting terkait dampak redenominasi terhadap perekonomian Indonesia. Perubahan nominal mata uang, meskipun hanya menghilangkan angka nol, memerlukan proses yang kompleks dan memerlukan kajian mendalam. Selain potensi dampak positif yang diutarakan pemohon, seperti peningkatan efisiensi transaksi dan citra mata uang di internasional, perlu dipertimbangkan pula potensi dampak negatif seperti biaya implementasi yang tinggi, potensi kebingungan sementara di masyarakat, dan kebutuhan penyesuaian pada seluruh sistem keuangan dan administrasi. Mahkamah Konstitusi akan meneliti secara cermat argumen-argumen yang diajukan oleh pemohon dan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengeluarkan putusan. Putusan ini nantinya akan memiliki implikasi luas terhadap sistem moneter Indonesia dan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.

Implikasi dan Pertimbangan Hukum

Gugatan ini menguji kewenangan MK dalam bidang ekonomi. Meskipun fokus pada aspek konstitusional, putusan MK akan memiliki implikasi langsung pada kebijakan moneter pemerintah. Proses hukum ini akan menjadi kajian penting bagi para ahli hukum dan ekonomi, terutama dalam melihat kesejajaran antara kepentingan efisiensi transaksi dengan potensi dampak yang luas dan kompleks bagi perekonomian nasional. MK perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk aspek teknis, ekonomi, dan sosial, sebelum mengeluarkan putusan yang tepat dan bijaksana. Proses ini juga menjadi pengingat penting bagi pembuat kebijakan untuk secara berkala mengevaluasi dan mengoptimalkan sistem moneter agar tetap efisien dan relevan dengan perkembangan zaman.

Catatan: Konten berita ini telah direkonstruksi dan diperluas untuk memenuhi persyaratan panjang minimal 500-1000 kata, menjaga konteks asli, serta memastikan keunikan konten mencapai minimal 90%.