Rekrutmen Massal Tamtama TNI AD 2025: Antara Animo Tinggi dan Kekhawatiran Disfungsi

Rencana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) untuk merekrut 24.000 Tamtama pada tahun 2025 memicu perdebatan. Meskipun didasarkan pada tingginya minat generasi muda untuk bergabung dengan militer, langkah ini menimbulkan pertanyaan tentang urgensi dan kesesuaiannya dengan peran utama TNI sebagai penjaga kedaulatan negara.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, menjelaskan bahwa rekrutmen ini didorong oleh animo pendaftar yang terus meningkat. Data menunjukkan bahwa realisasi penerimaan prajurit selama lima tahun terakhir selalu melampaui target, mencapai puncaknya pada tahun 2023 dengan 114,4%. Pada tahun 2025, tercatat 107.365 pendaftar calon tamtama, dengan 38.835 calon yang telah tervalidasi. Wahyu menekankan bahwa rekrutmen besar-besaran ini bukan tindakan mendadak, melainkan hasil perencanaan jangka panjang yang matang.

Namun, yang menarik adalah peruntukan para Tamtama baru ini. Mereka tidak dipersiapkan untuk pertempuran konvensional, melainkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat di berbagai bidang, seperti ketahanan pangan dan pelayanan kesehatan. TNI AD berencana membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan di setiap kabupaten/kota, yang masing-masing akan memiliki kompi-kompi khusus untuk:

  • Kompi Pertanian: Mendukung ketahanan pangan nasional.
  • Kompi Peternakan: Memperkuat penyediaan protein hewani.
  • Kompi Medis: Memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dan penanganan bencana.
  • Kompi Zeni: Membangun infrastruktur, khususnya di wilayah tertinggal dan rawan bencana.

Wahyu menegaskan bahwa pendekatan ini sejalan dengan Doktrin Pertahanan Negara 2023, yang menekankan pembangunan sistem pertahanan mandiri, kuat, dan berbasis kewilayahan. Dengan demikian, prajurit TNI AD diharapkan tidak hanya siap tempur, tetapi juga menjadi agen pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Kebijakan ini menuai kritik dari pengamat militer, Al Araf, dari Centra Initiative. Ia berpendapat bahwa keterlibatan TNI dalam urusan pertanian, peternakan, dan pembangunan sipil menyimpang dari fungsi utamanya sebagai alat pertahanan negara. Menurutnya, konstitusi dan Undang-Undang TNI tidak mengamanatkan peran tersebut. Al Araf khawatir bahwa fokus pada tugas-tugas non-pertahanan dapat mengganggu profesionalisme pasukan dan melemahkan kedaulatan negara.

Al Araf mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap rencana rekrutmen ini, karena dianggap menyalahi jati diri TNI sebagai kekuatan perang. Ia menekankan pentingnya menjaga agar TNI tetap fokus pada tugas utamanya dalam menjaga pertahanan negara, dan tidak terdistraksi oleh urusan-urusan sipil yang seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga lain.