BP Haji Investigasi Dugaan Pemerasan Terhadap Jemaah Haji Lanjut Usia dalam Layanan Safari Wukuf

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tengah melakukan investigasi mendalam terkait adanya dugaan praktik pemerasan yang menimpa jemaah haji lanjut usia (lansia) dalam pelaksanaan layanan safari wukuf. Indikasi praktik haram ini terungkap setelah inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Wakil Kepala BPKH, Dahnil Anzar Simanjuntak, di sebuah hotel transit jemaah haji yang terletak di kawasan Aziziyah, Mekkah.

"Layanan safari wukuf itu seharusnya gratis. Jika ada oknum yang meminta bayaran, itu jelas penipuan dan tidak dapat dibenarkan," tegas Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangan persnya.

Dahnil menjelaskan bahwa safari wukuf merupakan layanan prioritas yang disediakan pemerintah secara khusus bagi jemaah lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok jemaah dengan risiko kesehatan tinggi (risti). Layanan ini meliputi transportasi menggunakan bus khusus dari Arafah, pengantaran kembali ke hotel transit, pelaksanaan badal lontar jumrah, hingga pelaksanaan tawaf ifadah. Keseluruhan proses ini seharusnya tidak dipungut biaya apapun alias gratis.

Dirinya sangat menyayangkan masih adanya oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan ketidaktahuan jemaah haji, terutama mereka yang telah berjuang keras untuk dapat menunaikan ibadah haji. "Banyak dari mereka yang menabung bertahun-tahun, bahkan menjual harta benda seperti sawah dan motor, demi bisa berhaji. Sungguh tega jika ada yang sampai memperdaya orang tua kita seperti ini," ungkap Dahnil dengan nada prihatin.

Menyoroti Permasalahan Istitha'ah Kesehatan Jemaah

Selain dugaan praktik pemerasan, Dahnil juga menyoroti persoalan mendasar lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji, yaitu penetapan istitha'ah atau kemampuan jemaah haji dari sisi kesehatan untuk melaksanakan ibadah haji.

Menurut Dahnil, data awal menunjukkan bahwa hotel transit di Aziziyah seharusnya menampung sekitar 2.000 jemaah lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok risti. Namun, pada kenyataannya, hanya sekitar 500 orang yang dapat tertampung di hotel tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai akurasi data dan proses seleksi jemaah haji yang berhak mendapatkan layanan khusus.

Ia juga mewanti-wanti agar tidak ada pihak manapun yang memaksakan jemaah haji untuk berangkat jika kondisi kesehatan mereka tidak memungkinkan. Selain membahayakan keselamatan jemaah itu sendiri, kondisi ini juga membuka celah terjadinya eksploitasi, baik dalam hal pelayanan maupun finansial.

"Saya meminta kepada seluruh pejabat di Badan Penyelenggara Haji untuk benar-benar melihat kondisi riil jemaah di lapangan, bukan hanya berdasarkan data di atas kertas. Komitmen kita ke depan adalah membereskan seluruh permasalahan ini," tegasnya.

Dahnil berharap agar evaluasi menyeluruh dapat segera dilakukan untuk memastikan bahwa jemaah haji Indonesia yang berangkat benar-benar memenuhi syarat istitha'ah secara fisik dan mental, serta terhindar dari praktik-praktik manipulatif dan pungutan liar.