Polemik Perizinan Florawisata Santerra Mencuat: DPRD Malang Minta Penutupan, Pemkab Ungkap Kontribusi Pajak Signifikan
Polemik perizinan Florawisata Santerra de Laponte di Pujon, Kabupaten Malang, memasuki babak baru. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang untuk menyegel destinasi wisata yang tengah populer tersebut. Alasannya, izin operasional Florawisata Santerra diduga belum lengkap.
Desakan ini mendapat tanggapan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang. Kepala Dinas, Purwoto, menyatakan bahwa pihaknya lebih fokus pada promosi pariwisata daerah. Ia menegaskan, urusan perizinan bukan menjadi ranah tugasnya. Purwoto menambahkan, Florawisata Santerra justru menjadi salah satu penyumbang utama kunjungan wisatawan ke Kabupaten Malang.
"Tugas kami mempromosikan, jika ada obyek wisata baru, supaya banyak kunjungan wisatawan dan bisa memenuhi target kunjungan," kata Purwoto.
Lebih lanjut, Purwoto mengungkapkan bahwa Florawisata Santerra merupakan salah satu obyek wisata dengan pembayaran pajak hiburan terbesar di Kabupaten Malang pada tahun 2024. Nilai pajak yang disetorkan mencapai hampir Rp 2,5 miliar. Menurutnya, besarnya pajak yang dibayarkan menunjukkan tingginya tingkat kunjungan wisatawan ke tempat tersebut.
"Pada tahun 2024, Santerra mendapatkan penghargaan dengan obyek wisata pembayar pajak tertinggi, dengan nilai hampir Rp 2,5 miliar. Jika pajaknya besar, maka artinya kunjungan wisatanya juga tinggi nomor satu," ujarnya.
Purwoto mendukung pengembangan wahana baru di Florawisata Santerra untuk menarik lebih banyak wisatawan. Ia menilai, inovasi sangat penting bagi obyek wisata buatan seperti Santerra.
Di sisi lain, anggota DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok, mengungkapkan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola Florawisata Santerra. Salah satunya adalah belum adanya badan usaha yang jelas, baik PT maupun koperasi. Zulham juga menyoroti dugaan belum adanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kewajiban pembayaran pajak kepada negara.
Zulham juga menyoroti ketidaksesuaian antara dokumen perizinan yang dimiliki Florawisata Santerra. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan pada tahun 2019 hanya mencakup luas bangunan sebesar 400 meter persegi. Namun, pada dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) yang diterbitkan pada tahun 2024, luas lahan yang dikembangkan mencapai 3,6 hektare.
"Terkait hal ini kami masih mendalami, kalau kemudian disana ada alih fungsi lahan pertanian saya kira ini akan menjadi urusan serius. Negara dianggap apa kalau mereka terkesan meremehkan aturan," ucap Zulham.
Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik. Pemerintah Kabupaten Malang diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan polemik perizinan Florawisata Santerra de Laponte dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.