Sorotan DPR: Peninjauan Ulang Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Mendesak

Desakan Kajian Ulang Pertambangan Nikel di Raja Ampat Mencuat

Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah untuk melakukan kajian ulang secara komprehensif terhadap aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kekhawatiran utama adalah potensi dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya terumbu karang yang menjadi daya tarik utama pariwisata di wilayah tersebut. Raja Ampat, yang dikenal dengan keindahan alam bawah lautnya dan ditetapkan sebagai destinasi super prioritas nasional, dinilai memerlukan perlindungan ekstra dari aktivitas industri yang berpotensi merusak.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, menyampaikan keprihatinannya melalui keterangan tertulis. Ia menekankan pentingnya meninjau kembali izin pertambangan nikel di sekitar wilayah yang berdekatan dengan destinasi super prioritas. Fokus utama adalah pada potensi ancaman ekologis yang timbul dari jalur logistik pertambangan dan aktivitas smelter yang berlokasi dekat dengan perairan Raja Ampat.

"Tambang nikel, khususnya perlintasan jalur dari lokasi tambang ke smelter, menjadi hal yang harus dikaji ulang mengingat hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi terumbu karang," tegas Chusnunia. Ia menekankan perlunya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan konservasi lingkungan, serta perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pertambangan di kawasan sensitif ekologi.

Izin Pertambangan Era Lalu Jadi Sorotan

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa izin lingkungan untuk pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat diterbitkan oleh bupati pada masa lalu. Salah satunya adalah izin untuk PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang beroperasi di Pulau Manuran, yang diterbitkan melalui Nomor 75B pada tahun 2006. Kementerian Lingkungan Hidup saat ini sedang menunggu dokumen persetujuan lingkungan tersebut untuk ditinjau ulang secara seksama.

Selain PT ASP, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) juga mengoperasikan tambang nikel di Pulau Kawe, dengan izin lingkungan yang juga diterbitkan oleh bupati Raja Ampat di masa lalu. Menteri Hanif memerintahkan bupati Raja Ampat saat ini untuk melakukan peninjauan kembali terhadap persetujuan lingkungan tersebut, mengikuti langkah-langkah yang akan diambil untuk PT ASP.

Komisi VII DPR RI menekankan pentingnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku industri, dalam proses evaluasi kebijakan pertambangan ini. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga memperhatikan kelestarian lingkungan dan kepentingan generasi mendatang. Desakan untuk kajian ulang ini menjadi krusial mengingat Raja Ampat merupakan kawasan konservasi laut yang memiliki nilai ekologis dan ekonomi yang sangat tinggi.

Berikut poin-poin penting yang menjadi perhatian:

  • Ancaman Terhadap Terumbu Karang: Jalur logistik dan aktivitas smelter berpotensi merusak terumbu karang.
  • Keseimbangan Lingkungan dan Ekonomi: Pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan konservasi lingkungan.
  • Evaluasi Kebijakan Pertambangan: Perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pertambangan di kawasan sensitif ekologi.
  • Keterlibatan Pemangku Kepentingan: Pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri harus terlibat dalam evaluasi kebijakan.
  • Kelestarian Lingkungan: Kebijakan harus berorientasi pada kelestarian lingkungan dan kepentingan generasi mendatang.