Polemik Penyadapan KPK Mencuat: Kuasa Hukum Hasto Tantang Praperadilan

Sengkarut Penyadapan KPK: Tantangan Praperadilan Mengemuka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan terkait prosedur penyidikan yang dilakukannya. Setelah kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, mempertanyakan keabsahan penyadapan yang dilakukan penyidik KPK tanpa izin Dewan Pengawas (Dewas), lembaga antirasuah tersebut menegaskan komitmennya untuk selalu berhati-hati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dalam setiap tindakan penyidikan, termasuk penyadapan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan atau menemukan kekeliruan dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan, termasuk penyadapan, maka mekanisme gugatan praperadilan terbuka lebar. Pernyataan ini merupakan respons atas pernyataan kuasa hukum Hasto Kristiyanto yang meragukan validitas hasil penyadapan sebagai alat bukti dalam kasus yang menjerat kliennya.

Menurut Budi, perbedaan pandangan dalam persidangan merupakan hal yang lazim dan akan menjadi bagian dari dinamika yang akan tertuang dalam kesimpulan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam surat tuntutan, serta pleidoi dari pihak kuasa hukum Hasto. Ia menambahkan bahwa JPU memiliki strategi dan pendekatan tersendiri untuk meyakinkan majelis hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan benar-benar terjadi dan terdakwa adalah pelakunya, dengan menghadirkan alat bukti yang sah.

Sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, memberikan keterangan dalam sidang kasus dugaan suap pergantian Antar-Waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku yang melibatkan Hasto Kristiyanto. Fatahillah menyatakan bahwa hasil penyadapan yang dilakukan KPK tanpa izin Dewas tidak sah sebagai alat bukti, terutama jika diperoleh setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang mengatur perubahan perihal penyadapan yang harus seizin Dewas.

Berikut adalah poin-poin penting yang mengemuka dalam persidangan:

  • Pentingnya Izin Dewas: Hasil penyadapan yang diperoleh setelah putusan MA yang membatalkan ketentuan izin Dewas tetap memerlukan pemberitahuan kepada Dewas.
  • Kepatuhan pada Aturan: KPK wajib tunduk pada aturan yang mengatur proses penyadapan agar alat bukti yang diperoleh sah dan dapat digunakan dalam persidangan.
  • Penyelidikan Awal: Jika penyelidikan dimulai setelah Undang-Undang KPK diundangkan, maka proses penyadapan harus tunduk pada undang-undang tersebut.

Pernyataan Fatahillah ini memicu perdebatan mengenai keabsahan alat bukti penyadapan yang dilakukan KPK dalam kasus-kasus yang ditangani, terutama yang melibatkan tokoh-tokoh politik. Pihak kuasa hukum Hasto Kristiyanto berargumen bahwa hasil penyadapan yang diperoleh tanpa izin Dewas tidak dapat dijadikan dasar untuk menjerat kliennya. Sementara itu, KPK berkeyakinan bahwa proses penyidikan yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.

Kontroversi mengenai penyadapan KPK ini menambah daftar panjang isu yang dihadapi lembaga antirasuah tersebut. Di tengah upaya pemberantasan korupsi yang terus digalakkan, KPK dituntut untuk senantiasa menjaga integritas dan profesionalitasnya, serta mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.