Merger GoTo-Grab: Danantara Pertimbangkan Investasi Minoritas di Tengah Kekhawatiran Monopoli dan PHK

Danantara Jajaki Investasi Minoritas di Tengah Isu Merger GoTo-Grab

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dikabarkan tengah melakukan penjajakan investasi saham minoritas pada PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), di tengah isu potensi penggabungan usaha dengan Grab Holdings. Langkah ini dilakukan untuk meredakan kekhawatiran pemerintah Indonesia terhadap dampak merger tersebut.

Kekhawatiran Pasar Terhadap Merger GoTo-Grab

Namun, rencana investasi ini muncul di tengah berbagai kekhawatiran pasar terkait merger GoTo-Grab. Algo Research dalam risetnya mengungkapkan empat poin utama yang menjadi perhatian:

  • Potensi Monopoli: Merger ini berpotensi menciptakan monopoli atau persaingan tidak sehat, mengingat entitas gabungan akan menguasai lebih dari 90% pangsa pasar di Indonesia. Saat ini, GoTo dan Grab menguasai pangsa pasar transportasi masing-masing sebesar 63% dan 36%, serta pengiriman makanan sebesar 52% dan 47%.
  • Kerugian Konsumen: Konsumen berpotensi dirugikan karena terbatasnya pilihan layanan dan potensi kenaikan harga produk dan jasa. Pesaing seperti InDrive dan Maxim masih terlalu kecil untuk memberikan alternatif yang signifikan.
  • Gelombang PHK: Perampingan operasi setelah merger berpotensi menyebabkan PHK massal, terutama pada fungsi-fungsi yang tumpang tindih. Hal ini mengingatkan pada PHK yang terjadi setelah Tokopedia dijual ke TikTok pada 2024.
  • Kendali Asing: Kekhawatiran mengenai kendali asing atas aset nasional muncul karena entitas hasil merger kemungkinan besar akan dimiliki mayoritas oleh Grab.

Algo Research berpendapat bahwa keterlibatan Danantara dalam kesepakatan ini tidak akan mengubah hasil tersebut secara signifikan. Sebaliknya, hal ini dapat memperkuat persepsi bahwa Danantara mendukung praktik monopoli yang merugikan.

Tantangan Investasi Danantara

Dengan valuasi GoTo sebesar 7 miliar dollar AS (sekitar Rp 115 triliun), Danantara membutuhkan investasi lebih dari Rp 55 triliun untuk mendapatkan kendali mayoritas. Jumlah ini dianggap terlalu besar untuk satu transaksi, mengingat dividen tahunan Danantara dari BUMN adalah Rp 70 triliun hingga Rp 90 triliun.

Riset Algo Research menyimpulkan bahwa kesepakatan ini mungkin merupakan peluang investasi yang menarik bagi Danantara, tetapi juga bertentangan dengan tujuan awal dana tersebut untuk berinvestasi dalam proyek strategis jangka panjang yang menciptakan nilai bagi masyarakat Indonesia. Belum ada keterangan resmi dari Danantara perihal kabar penjajakan investasi tersebut.