Kontroversi Tambang Nikel Pulau Gag: Pemerintah dan Aktivis Lingkungan Berselisih Pendapat Soal Legalitas
Polemik terkait aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali mencuat. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa operasional PT Gag Nikel (PT GN) telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, pernyataan ini dibantah oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), yang menilai klaim pemerintah tersebut menyesatkan.
Koordinator JATAM, Melky Nahar, berpendapat bahwa regulasi pertambangan di Indonesia cenderung memprioritaskan investasi industri ekstraktif daripada perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat terdampak. Menurutnya, meskipun secara administratif kegiatan pertambangan PT GN mungkin memenuhi persyaratan legal, namun substansi dari regulasi tersebut tidak menjamin perlindungan ruang hidup dan masa depan masyarakat lokal.
Melky mencontohkan kasus gugatan warga Pulau Bangka yang berhasil memenangkan perkara terhadap aktivitas pertambangan di wilayah mereka, yang berujung pada pencabutan izin PT Mikro Metal Perdana oleh Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan. Ia juga menyoroti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pesisir dan Pulau Kecil, yang seharusnya memprioritaskan pengembangan sektor pariwisata, pertanian, perikanan, dan riset ilmiah di pulau-pulau kecil, bukan aktivitas pertambangan.
Pemerintah, di sisi lain, berargumen bahwa PT Gag Nikel termasuk dalam daftar 13 perusahaan yang mendapatkan pengecualian berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, yang memungkinkan kegiatan tambang terbuka di kawasan hutan lindung. Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa meskipun citra satelit dan drone menunjukkan kerusakan yang relatif kecil, pihaknya tetap akan melakukan inspeksi lapangan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.
Perbedaan pandangan antara pemerintah dan aktivis lingkungan ini menyoroti kompleksitas permasalahan pertambangan di Indonesia, khususnya terkait keseimbangan antara kepentingan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan hak-hak masyarakat lokal. Kasus Pulau Gag menjadi contoh bagaimana interpretasi dan implementasi regulasi dapat menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang berkepanjangan.