Perambahan Hutan Lindung Siabu: 60 Hektar Lahan Rusak, Polda Riau Tetapkan Empat Tersangka
Kerusakan lingkungan yang masif terjadi di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Lindung Siabu, Kabupaten Kampar, Riau. Lebih dari 60 hektar lahan dilaporkan mengalami kerusakan parah akibat aktivitas perambahan hutan secara ilegal. Pihak kepolisian telah memasang garis polisi di lokasi kejadian yang terletak di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, yang berjarak sekitar enam jam perjalanan darat dari Kota Pekanbaru.
Kondisi hutan yang dulunya hijau kini berubah menjadi lahan gundul akibat penebangan pohon secara liar. Tanah terlihat jelas karena hilangnya vegetasi penutup. Dirkrimum Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro, menyatakan bahwa luas lahan yang terdampak mencapai lebih dari 60 hektar. Namun, saat ini penyidikan difokuskan pada area seluas 60 hektar yang telah diidentifikasi tersangkanya. Pihak kepolisian masih melakukan verifikasi terhadap lahan-lahan lain yang diduga terlibat dalam perambahan ilegal ini untuk mengidentifikasi pemiliknya.
Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, menegaskan bahwa perambahan hutan di Hutan Lindung Siabu merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang mengancam keberlangsungan ekosistem. Ia menyebut tindakan ini sebagai "ekosida" atau pembunuhan massal terhadap pohon-pohon yang ada di hutan tersebut. Penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan merupakan wujud keseriusan Polda Riau, Pemerintah Provinsi Riau, dan instansi terkait dalam melindungi lingkungan hidup dan mencegah kerusakan ekosistem.
Irjen Herry Heryawan menambahkan bahwa kerugian akibat perambahan hutan tidak hanya bersifat materi, tetapi juga berdampak lintas generasi dan merusak warisan alam bagi generasi mendatang. Penindakan tegas terhadap pelaku perusakan hutan merupakan implementasi Green Policing, sebuah kebijakan Polda Riau dalam upaya pelestarian lingkungan. Kebijakan ini bukan hanya sekadar slogan, melainkan gerakan nyata yang melibatkan seluruh jajaran kepolisian untuk menjaga bumi dan lingkungan, serta memberikan keadilan kepada manusia dan alam.
Dalam kasus ini, Polda Riau telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Dua di antaranya adalah ketua adat yang diduga terlibat dalam praktik jual beli lahan hutan lindung yang diklaim sebagai tanah ulayat. Para tersangka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan menggunakan dokumen hibah dan surat adat. Namun, faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang dilindungi oleh undang-undang. Dirkrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan, menjelaskan bahwa tindakan para tersangka merupakan pelanggaran hukum yang serius karena dilakukan di kawasan hutan lindung yang memiliki status hukum yang jelas.