Pengamat Sarankan Jokowi Hindari Jabatan Ketum PSI: Pertimbangkan Dampak Citra Partai
Pengamat Politik Soroti Potensi Dampak Jabatan Ketum PSI bagi Jokowi
Jakarta - Mantan Presiden Joko Widodo disarankan untuk tidak mengambil alih posisi Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), meskipun ia secara terbuka menyatakan preferensinya terhadap partai tersebut dibandingkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Saran ini datang dari Jojo Rohi, seorang pengamat politik sekaligus Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, yang berpendapat bahwa menduduki kursi ketum PSI dapat memicu persepsi negatif di mata publik.
Jojo Rohi menyampaikan bahwa meskipun PSI saat ini terkesan memiliki keterkaitan erat dengan Jokowi, mengingat kontribusi politiknya yang signifikan dalam Pemilu 2024, akan lebih bijaksana jika Jokowi tidak secara langsung menjabat sebagai ketua umum. Persepsi publik yang kurang baik dapat merugikan baik PSI maupun Jokowi itu sendiri.
Salah satu kekhawatiran utama adalah munculnya anggapan bahwa Jokowi merebut posisi yang sebelumnya diduduki oleh putranya, Kaesang Pangarep. Menurutnya, mengendalikan PSI tidak harus dengan menduduki kursi nomor satu di partai. Keberadaan Kaesang dinilai sudah cukup untuk menjaga pengaruh keluarga Jokowi di partai tersebut. Posisi sebagai Dewan Kehormatan dengan kewenangan yang signifikan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dinilai lebih tepat.
Selain itu, Jojo Rohi juga menyoroti potensi perubahan citra PSI sebagai partai anak muda jika Jokowi menjadi ketua umum. Kehadiran Kaesang selama ini telah membantu membangun citra tersebut, menarik perhatian pemilih dari kalangan milenial dan Gen Z. Jika Jokowi mengambil alih posisi tersebut, image partai yang telah dibangun dengan susah payah bisa sirna.
Sebelumnya, Jokowi telah menanggapi spekulasi mengenai pencalonannya sebagai Ketua Umum PPP menjelang Muktamar PPP 2025. Dengan tegas, Jokowi menyatakan bahwa ia tidak tertarik dengan posisi tersebut. Ia meyakini bahwa PPP memiliki banyak kader internal yang lebih kompeten dan memiliki kapasitas yang lebih baik untuk memimpin partai.
Dalam kesempatan yang sama, Jokowi justru secara spontan menyebut PSI sebagai pilihan politiknya. Pernyataan ini menimbulkan spekulasi mengenai kemungkinan keterlibatannya lebih lanjut dalam partai yang dipimpin oleh putranya tersebut. Namun, Jokowi belum memberikan indikasi yang jelas mengenai apakah ia akan bergabung dengan partai politik lain selain PSI.
Berikut poin penting yang di soroti oleh pengamat politik :
- Potensi persepsi negatif publik jika Jokowi menjadi Ketum PSI
- Kesan "bapak merebut kursi anak" jika menggantikan Kaesang
- Perubahan citra PSI sebagai partai anak muda
- Penolakan Jokowi terhadap pencalonan sebagai Ketum PPP
- Pernyataan Jokowi bahwa PSI adalah pilihan politiknya
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, pengamat politik menyarankan agar Jokowi mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan untuk mengambil alih posisi Ketua Umum PSI. Dampak jangka panjang terhadap citra partai dan persepsi publik perlu menjadi pertimbangan utama.