AS Perketat Kebijakan Imigrasi: Daftar 12 Negara Dilarang Masuk Ditetapkan di Tengah Kontroversi

Amerika Serikat kembali memperketat kebijakan imigrasinya dengan melarang masuk warga negara dari 12 negara. Kebijakan kontroversial ini resmi berlaku mulai Senin, 9 Juni 2025, dan telah menuai kecaman luas dari berbagai pihak.

Langkah ini diambil menyusul insiden serangan bom api terhadap demonstrasi Yahudi di Boulder, Colorado. Presiden Trump menyampaikan dalam sebuah pesan video bahwa serangan tersebut menggarisbawahi risiko yang ditimbulkan oleh masuknya warga negara asing yang tidak melalui pemeriksaan yang memadai. Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak menginginkan orang-orang yang berpotensi membahayakan keamanan nasional.

Selain larangan penuh bagi 12 negara, pemerintah AS juga memberlakukan pembatasan parsial terhadap pelancong dari tujuh negara lainnya: Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela. Pembatasan ini terutama mempengaruhi visa kerja sementara, sementara beberapa kategori visa lain mungkin masih diizinkan.

Berikut adalah daftar 12 negara yang warganya dilarang memasuki Amerika Serikat:

  • Afghanistan
  • Myanmar
  • Chad
  • Republik Kongo
  • Guinea Ekuatorial
  • Eritrea
  • Haiti
  • Iran
  • Libya
  • Somalia
  • Sudan
  • Yaman

Pihak berwenang melaporkan bahwa lebih dari selusin orang terluka dalam serangan di Boulder, Colorado. Pelaku diidentifikasi sebagai seorang pria berkebangsaan Mesir yang telah melampaui batas izin tinggal turisnya.

Kendati demikian, larangan ini dikecualikan bagi atlet yang akan berpartisipasi dalam Piala Dunia yang akan diselenggarakan bersama oleh AS, Kanada, dan Meksiko, serta Olimpiade Los Angeles 2028.

Keputusan ini telah memicu reaksi keras dari berbagai negara. Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Iran untuk Urusan Warga Negara di Luar Negeri, Alireza Hashemi-Raja, mengecam kebijakan tersebut sebagai manifestasi dari mentalitas supremasi dan rasis yang mendominasi para pembuat kebijakan Amerika. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini menunjukkan permusuhan yang mendalam terhadap warga Iran dan Muslim, serta melanggar prinsip-prinsip dasar hukum internasional dan merampas hak ratusan juta orang untuk bepergian berdasarkan kewarganegaraan atau agama mereka.

Hashemi-Raja juga menegaskan bahwa kebijakan ini bersifat diskriminatif dan akan menimbulkan tanggung jawab internasional bagi pemerintah AS. Iran dan AS telah memutuskan hubungan diplomatik sejak Revolusi Islam 1979, dan hubungan kedua negara tetap tegang hingga saat ini.

Amerika Serikat adalah rumah bagi komunitas Iran terbesar di luar Iran. Menurut data Kementerian Luar Negeri Teheran, pada tahun 2020 terdapat sekitar 1,5 juta warga Iran yang tinggal di Amerika Serikat.

Kebijakan imigrasi baru ini diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap hubungan diplomatik, ekonomi, dan sosial antara Amerika Serikat dan negara-negara yang terkena dampak. Dampak jangka panjang dari kebijakan ini masih belum jelas, tetapi yang pasti, kebijakan ini telah memicu perdebatan sengit tentang keamanan nasional, hak asasi manusia, dan keadilan imigrasi.